Pasangan calon kepala daerah nomor urut 4 Khofifah Indar Parawansa-Herman Suryadi Sumawiredja (BERKAH) menggugat hasil Pemilukada Provinsi Jawa Timur yang memenangkan pasangan calon nomor urut 1 Soekarwo-Saifullah Yusuf (KARSA) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (24/9). Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan ini, BERKAH mendalilkan adanya pelanggaran Pemilukada yang terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif, serta merata dalam pelaksanaan Pemilukada Provinsi Jawa Timur.
Pelanggaran tersebut antara lain melalui pemanfaatan anggaran dan pemanfaatan aparat negara untuk kemenangannya dalam Pemilukada. Menurut Otto Hasibuan, kuasa hukum BERKAH dalam paparannya, kecurangan yang dilakukan oleh Pasangan KARSA dengan politik anggaran penggunaan dana hibah dan batuan sosial untuk kemenangan KARSA. Praktik money politic menurut Otto, dikemas dalam program Jalin Kesra.
Menurut Otto, penggelontoran belanja dana hibah dan Bansos yang direalisasikan awal 2013 sampai Juni 2013, menjelang berlangsungnya Pilgub. "Adanya tindakan dengan memanipulasi Perda dan Pergub yang baru dengan memperbesar anggaran hibah dan Bansos dari senilai Rp 540 miliar pada 2009 menjadi Rp 5 triliun pada 2013. Serta penggelontoran dana tersebut secara fantastis dilakukan menjelang dan saat Pilgub dapat diklasifikasikan perbuatan memanipulasi manfaat anggaran," jelas Otto.
Selain itu, lanjut Otto, dibuat Perda terkait aturan membagikan hibah dan bansos tersebut. Aturan tersebut di antaranya setiap penerima hibah atau bansos diharuskan menempelkan sticker yang menjadi satu paket di depan rumahnya. “Sticker tersebut bergambar gubernur dan wakil gubernur, Jadi seolah-olah ingin menegaskan bahwa hibah dan bansos ini dari gubernur, bukan pemerintah provinsi,” tegas Otto didampingi Djuli Edy dan kuasa Pemohon lain.
Selain itu, BERKAH juga mendalilkan terjadinya penggelembungan suara Pasangan KARSA, pengurangan jumlah perolehan suara BERKAH, tidak diikutsertakannya BERKAH sebagai pasangan calon yang memenuhi syarat oleh KPU Provinsi Jawa Timur yang kemudian digugat ke DKPP, tidak disosialisasikannya nama BERKAH sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi Jawa Timur, tidak dicetak ulangnya Formulir C dan D setelah penetapan BERKAH sebagai pasangan calon oleh KPU RI, pencetakan surat suara lebih sebanyak sebelas persen, penggunaan APBD oleh pasangan calon nomor urut 1 untuk penggalangan dukungan partai pengusung pasangan calon “Karsa”, dan adanya keterlibatan PNS dalam kegiatan kampanye pasangan tersebut.
Atas dasar dalil-dalil tersebut, BERKAH sebagai Pemohon memohon MK membatalkan dan menyatakan tidak mengikat secara hukum Keputusan KPU Provinsi Jawa Timur Nomor 23/Kpts/KPU-Prov-014/2013 tanggal 07 September 2013 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Tingkat Provinsi serta Keputusan KPU Nomor 24/Kpts/KPU-Prov-014/2013 tertanggal 07 September 2013 tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih. “Membatalkan Pasangan Calon Nomor Urut 1 sebagai Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih, menyatakan perolehan suara Pasangan Calon Nomor Urut 1 seluruhnya atau setidaknya sebanyak 8,195.816 suara sebagai suara tidak sah dan hangus karena diperoleh secara tidak sah dan melanggar hukum, serta memerintahkan KPU Provinsi Jawa Timur untuk menerbitkan Keputusan yang menetapkan Pemohon sebagai Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih atau setidaknya memerintahkan Termohon untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur secara “Jurdil dan Luber” tanpa mengikut sertakan pasangan calon nomor urut 1 dengan diawasi oleh KPU dan Bawaslu RI,” jelas Otto.
Bantah Soal Kelebihan Surat Suara
Menanggapi permohonan, Termohon KPU Provinsi Jatim yang diwakili oleh kuasa hukumnya Fahmi Bachmid membantah dalil yang disampaikan BERKAH terkait pelanggaran yang dilakukan KPU Jatim. Bachmid membantah adanya kelebihan pencetakan surat suara. “Dalil pemohon mengenai adanya cetakan surat suara lebih 3 juta itu tidak benar. Sementara, dalil terkait dengan DPT tidak ada korelasinya mengenai bertambah dan berkurangnya suara pemohon tidak dijelaskan oleh Pemohon, maka permohonan ini harus ditolak,” jelasnya.
Sedangkan mengenai formulir C1 yang ditempel sticker bergambar Pasangan KARSA, Termohon sudah menarik surat suara tersebut dan meminta pencetakan ulang terhadap kontraktor. “Namun kontraktor menyatakan tidak sanggup melakukan cetak ulang yang harus diselesaikan pada 29 Agustus 2013. Apapbila harus dipaksankan, maka pemilukada harus ditunda. Sementara UU tidak mengatur tentang hal tersebut,” papar Bachmid.
Naiknya Hibah karena Perubahan Mekanisme Transfer
Kemudian, KARSA yang diwakili Trimulya D. Soerjadi juga membantah dalil permohonan. Mengenai lonjakan dana hibah, lanjut Trimulya, meningkatnya hibah tahun 2012 dan 2013 diantaranya adalah karena terjadinya perubahan mekanisme transfer anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Trimulya menjelaskan tahun sebelumnya transfer dari kementerian keuangan (pemerintah pusat) langsung ke kabupaten/kota. “Tetapi sejak tahun anggaran 2012 transfer dana BOS dari pusat tersebut ke pemrov dan selanjutnya Pemprov mentransfer ke kabupaten/kota,” jelasnya.
Sedangkan untuk tahun anggaran 2013, keseluruhan belanja daerah adalah 15 triliun lebih. Jadi wajar kalau ada kenaikan belanja hibah mengingat kemampuan keuangan daerah dan belanja daerahnya sendiri meningkat 50%. “Yang harus dicatat dari data itu adalah bahwa belanja hibah, selain BOS, tidak mengalami peningkatan fantastik seperti digambarkan Pemohon. Bahkan grafiknya linier saja. Lebih dari itu, sama sekali tidak ada relevansinya mempersoalkan lonjakan dana hibah yang bersumber dari BOS itu. Sebab, BOS diperuntukkan bagi pendidikan dasar 9 tahun. Yakni setingkat SD s/d SMP. Sedangkan murid SD dan SMP belum memiliki hak pilih dalam pemilu,” tegas Trimulya didampingi Samsul Huda, Robikin Emhas, Ma’ruf Syah dan kuasa hukum lainnya.
Sidang perkara yang teregistrasi dengan nomor 117/PHPU.D-XI/2013 yang dihadiri langsung oleh Khofifah dan Soekarwo ini ditunda Rabu (25/9) dengan agenda memeriksa saksi-saksi yang dihadirkan oleh para pihak. (Lulu Anjarsari/mh)