Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar menjadi narasumber pada Diklat Pendidikan Kesadaran Bela Negara Tingkat Nasional Angkatan XIV Tahun 2013, diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Jumat (20/9/2013). Acara ini diikuti oleh peserta dari pemuda se-Indonesia bertempat di Komando Latihan Batalion Infantri 200/Raiders, Gandus, Palembang, Sumatera Selatan.
Dalam paparan yang disampaikan kepada para pemuda dengan tema “Urgensi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara”, Janedjri menjelaskan bahwa jika negara menganut paham kedaulatan rakyat, maka rakyat adalah pemilik kedaulatan. Kesepakatan umum di antara mayoritas rakyat berkenaan dengan negara dituangkan dalam konstitusi sebagai hukum negara yang tertinggi. Warga negara sebagai unsur konstitutif dari suatu negara yang membentuk negara melakukan perjanjian sosial yang mengatur ketentuan tentang apa yang harus dilakukan oleh negara dan bagaimana penyelenggaraannya.
Perjanjian sosial yang dituangkan menjadi konstitusi tersebut, kata Janedjri, di satu sisi mengatur untuk memberikan legitimasi kepada penyelenggara negara, di sisi lain untuk membatasi kekuasaan penyelenggaraan negara. Konsepsi pembatasan kekuasaan inilah yang berkembang menjadi paham konstitusionalisme, yaitu paham yang melindungi hak-hak rakyat, baik sebagai warga negara maupun sebagai manusia termasuk Pemuda. Urgensi perlindungan hak konstitusional bagi pemuda menjadi penting karena Pemuda memiliki seperangkat hak yang dibutuhkan untuk mengembangkan diri dan berpartisipasi aktif dalam pemerintahan, sebagai calon peminpin bangsa masa depan yang akan mengawal konstitusi dan mewarnai demokrasi sehingga turut aktif dan bertanggungjawab atas perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak konstitusional warga negara.
Janedjri mengatakan, Konstitusi Indonesia setelah perubahan UUD Tahun 1945 memuat prinsip dasar tentang penyelenggaran negara, lembaga-lembaga negara dan hubungan antarlembaga negara, mengatur hak sipil, hak politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, dan hak orang berkebutuhan dan kondisi khusus yang terdiri dari 33 butir ketentuan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara. Hak konstitusional tersebut yaitu hak untuk hidup, bekerja, kebebasan beragama, hak diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak berpartisipasi dalam pemerintahan, berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat, memilih dan dipilih, hak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja, membentuk keluarga, mengembangkan dan memajukan diri, hak anak, dan hak perempuan.
Wujud dari perlindungan hak konstitusional warga negara adalah dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan tentang hasil pemilu, dan berkewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Dalam perkembangan, wewenang MK sebagaimana diatur pada Pasal 236C UU 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah menangani sengketa hasil perolehan suara Pemilukada.
Dengan demikian, pembentukan lembaga negara MK yang diatur dalam konstitusi adalah wujud dari bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi hak konstitusional warga negara sebagai pengawal konstitusi, penafsir akhir konstitusi, pengawal demokrasi, dan pelindung hak konstitusional warga negara dan hak asasi manusia. (Heru Setiawan/mh)