Ketentuan tentang hak dana pensiun bagi pimpinan atau anggota lembaga tinggi negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara (UU 12/1980) tidak bertentangan dengan konstitusi. Demikian hal ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 41/PUU-XI/2013 yang diucapkan oleh sembilan hakim konstitusi pada Kamis (5/9) sore, di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam putusannya MK menyatakan bahwa dalil Pemohon, I Wayan Dendra, tidak beralasan menurut hukum. “Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK M. Akil Mochtar saat sidang pengucapan Putusan perkara yang diajukan oleh anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ini.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengungkapkan, dalil Pemohon yang menyatakan bahwa dana pensiun bagi mantan pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara telah mengakibatkan pemborosan negara dan merugikan hak konstitusional Pemohon adalah tidak berdasar. “Hal tersebut merupakan penghargaan atas jasa terhadap negara atau pemerintah yang bukan dimaksudkan untuk pemborosan anggaran negara,” ungkap Arief.
Selain itu, MK juga telah memberikan pendapatnya mengenai dalil Pemohon yang mempersoalkan tidak diaturnya hak dana pensiun bagi mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Arief mengungkapkan, tidak diaturnya dana pensiun bagi anggota DPRD tersebut merupakan legal policy dari pembentuk undang-undang.
“Apabila Pasal-Pasal a quo dibatalkan, konsekuensinya bukan hanya mantan anggota DPR saja yang tidak akan mendapat hak dana pensiun, namun mantan anggota maupun pimpinan lembaga tinggi negara lainnya juga tidak akan mendapat hak dana pensiun,” papar Arief. Beberapa pimpinan lembaga negara dimaksud antara lain Presiden, Wakil Presiden, Ketua/Wakil Ketua/Anggota MPR, DPR, dan BPK.
Sementara itu, tidak dimasukkannya mantan anggota DPD untuk menerima dana pensiun, menurut Arief, karena UU yang diuji Pemohon diundangkan pada tahun 1980, sedangkan DPD baru dicantumkan dalam UUD 1945 pada Perubahan Ketiga tahun 2001.
“Menimbang bahwa UU 12/1980 yang menurut Pemohon sudah ketinggalan zaman dan tidak layak diterapkan dalam era sekarang ini, menurut Mahkamah tidak berarti serta merta Undang-Undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945,” tegas Arief. (Dodi/mh)