Sobari yang dalam kesehariannya banyak berhubungan dengan para pengusaha rokok kretek rumahan mengetahui persis seperti apa kesulitan yang dihadapi para pengrajin rokok kretek dengan tingginya harga rokok yang ditetapkan pemerintah demi memenuhi ketentuan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Ini semua hanya soal perang bisnis!” tegas Sobari spontan saat sidang mendengarkan keterangan ahli/saksi pemohon dan pemerintah, Selasa (03/09/2013). Sobari memberikan keterangan sebagai ahli bersama dengan ahli Pemohon lainnya, yakni Laica Marzuki dalam perkara nomor 64/PUU-XI/2013 ini.
Menurut catatan yang dimiliki Sobari, di banyak negara, rokok kretek Indonesia menempati posisi teratas dalam pilihan jenis rokok yang paling disukai masyarakat dunia. Karena itu, pihak asing terus berupaya mematikan industri kretek Indonesia. Bahkan upaya asing ini dilakukan dengan membujuk organisasi agama di Indonesia agar mengeluarkan fatwa haram merokok. “Pihak asing terus berupaya mematikan industri kretek Indonesia yang telah mendunia karena hasil pabrikan rokok putih mereka kalah, bahkan di negaranya sendiri. Karena itu mereka ingin menguasai bisnis kretek Indonesia,” urai Sobari.
Senada dengan itu, perwakilan Asosiasi Pengusaha Rokok, Hasan Auli mengatakan, tingginya harga jual rokok telah mengancam keberadaan industri rokok di Kota Kudus. Harga jual rokok yang mahal dipicu pengenaan pajak ganda yang berasal dari cukai rokok dan pajak daerah. Bahkan ditahun 2009, industri rokok Kudus terancam mati total karena banyaknya pabrikan rumahan kelas menengah yang bangkrut karena tidak sangggup menutupi biaya produksi. Pihaknya berharap pemerintah dapat mengambil langkah bijak untuk menyelamatkan pabrikan rokok demi menyelamatkan jutaan pekerja yang menggantungkan hidup di industri rokok.
Menanggapi hal ini pemerintah berjanji akan memberikan jawaban tertulis serta menghadirkan ahli yang akan dihadirkan pada persidangan berikutnya pada haris Kamis, 12 September 2013. DPR sempat menyebut tingginya harga jual rokok di Indonesia masih terbilang paling rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia Pasifik. Disamping itu, mahalnya harga rokok diharapkan dapat menekan angka perokok usia produktif. (Julie/mh)