Demokrasi di Indonesia telah berjalan, bahkan berkembang pesat, namun baru di tatanan prosedural yang masih belum menyentuh aspek substansial. Hal tersebut menunjukan bahwa problem dan tantangan demokrasi adalah mendekatkan interval demokrasi yang prosedural tersebut ke titik yang lebih substansial.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil Mochtar dalam acara Pekan Konstitusi VI yang berlangsung di Convention Hall, Universitas Andalas, Padang, Senin (2/9) pagi. “Hukum tanpa demokrasi, rentan menjerumuskan negara hukum menjadi negara yang berdasarkan undang-undang yang menekan aspek legilitas-formal, tetapi menihilkan aspirasi publik dan nilai dari demokrasi. Negara demikian, bukan tidak mungkin beralih rupa menjadi negara otoriter,” terang Akil dalam kuliah umumnya yang bertemakan “Refleksi Sepuluh Tahun Mahkamah Konstitusi”.
Dalam konteks demokratisasi di Indonesia, selama satu dasawarsa MK telah menorehkan catatan positif. Banyak putusan MK yang mendorong konsilidasi demokrasi. Tafsir MK terhadap konstitusi terbukti sangat memengaruhi mekanisme politik, demokrasi, dan ketatanegaraan menuju level yang lebih dewasa. Singkatnya, keberadaan MK dipandang mampu melengkapi komponen yang diperlukan negara ini untuk menguatkan nilai-nilai demokrasi, tidak hanya demokrasi di bidang politik melainkan juga demokrasi di segala aspek kehidupan bernegara.
Kewibawaan MK memiliki makna sangat penting. Karena dengan kewibawaaannya, putusan MK dipatuhi dan dilaksanakan, meskipun MK tidak memiliki kekuatan fisik untuk memaksakan pelaksanaan putusan. Hal ini dikarenakan MK selalu berpegang teguh pada prinsip independensi dan imparsialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya.
Dalam usia satu dasawarsa dikemukakan oleh Akil, MK telah berkiprah bersama-sama dengan lembaga negara yang lain dalam membangun dan mengembangkan tatanan negara indonesia yang lebih demokratis. MK juga berperan cukup besar dalam penguatan prinsip negara hukum dan paham konstitusionalisme, perlindungan hak asasi manusia, pembangunan tradisi independensi dan imparsialitas pengadilan, serta tumbuhnya kecenderungan judicial activism.
Sebagai pengawal konstitusi, pada dasarnya MK merupakan pengawal demokrasi. Kedudukan konstitusi sebagai hukum tertinggi diperoleh karena sifat demokratis dari konstitusi itu sendiri, yaitu bahwa konstitusi merupakan perjanjian seluruh rakyat suatu bangsa. “Di dalam konstitusi itulah nilai-nilai demokrasi mengalir dan dikukuhkan. Oleh karena itu, jika demokrasi merupakan gagasan utama yang melandasi konstitusi, maka konstitusi merupakan legitimasi bagi demokrasi. Pertautan konstitusionalisme dan demokrasi dipercaya akan melahirkan demokrasi konstitusional, sistem demokrasi yang berdasarkan konstitusi,” tegas Akil.
Akil juga mengemukakan mengenai hakim konstitusi diusulkan oleh tiga institusi berbeda, yakni tiga dari pemerintah, tiga orang dari DPR, dan tiga orang dari MA. Meskipun begitu, begitu seseorang mengucap sumpah menjadi hakim konstitusi, maka ia langsung menyudahi segala keterikatan kepentingan dengan institusi yang mengusulkan. Meskipun diusulkan oleh tiga institusi berbeda, kenyataanya hakim konstitusi kompak untuk menjaga independensi dan imparsialitasnya. "Hakim konstitusi bukanlah representasi dan tidak mewakili kepentingan lembaga negara yang mengusulkan. Keberpihakan hakim konstitusi hanya kepada hukum dan keadilan berdasarkan konstitusi," tegas Akil.
Akil lebih jauh mengatakan, sejauh ini hakim konstitusi memiliki visi moral yang sama, yakni memosisikan putusan sebagai mahkota MK yang harus dirawat dan dijaga. Karena itu, kualitas putusan MK sebagai faktor penting yang menopang kewibawaannya, dengan putusan MK dibangun dan dilandasi basis argumentasi hukum kuat. "Membaca putusan MK harus pula membaca dan memahami pertimbangan hukum MK. Karena dalam pertimbangan hukum tersebut, terdapat keleluasaan dan kedalaman pertimbangan MK yang mencakup aspek filosofi, yuridis, dan sosiologis," ujarnya.
Bagi MK, tugas lembaga peradilan bukan sekedar memutus perkara, tetapi juga membuka akses dan memudahkan masyarakat untuk menjangkau dan mendapatkan keadilan dari lembaga peradilan. Untuk itu, MK secara kelembagaan telah menempatkan layanan dari tata kelola lembaga peradilan sebagian dari upaya pemenuhan hak konstitusional warga negara. Hal ini merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan dari proses MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
MK Peradilan Terdepan
MK saat ini dianggap berada dibaris terdepan lembaga negara dan lembaga peradilan yang mengolaborasikan prinsip independensi dan imparsialitas dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dalam era demokrasi, independensi dan imperialitas peradilan dituntut untuk selalu disertai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Karena dua hal tersebut adalah menjadi pagar dan instrumen untuk menjaga MK dari segala penyimpangan akibat perilaku curang yang seringkali mengatasnamakan independensi dan imparsialitas hakim.
Akil mengingatkan bahwa untuk menjaga marwah MK sebagai lembaga peradilan sekaligus agar mampu menjawab tantangan kedepan. MK memerlukan dukungan semua pihak. Tugas menjaga MK bukan saja menjadi tugas MK sendiri, melainkan juga menjadi tugas dan tanggungjawab seluruh komponen bangsa ini, termasuk didalamnya kalangan perguruan tinggi.
"Kalau boleh jujur hakim konstiusi justru sangat menginginkan dan membutuhkan pengawasan. Karena bagi hakim konstitusi, pengawasan bermakna sangat penting, terutama untuk menjaga agar visi moral dan integritasnya selalu terpelihara, independensinya tidak terganggu. Sehingga proses peradilan MK terhindar dari segala banyak intervensi," tegas mantan anggota DPR ini.
Penyelenggaraan Pekan Konstitusi VI diselenggarakan berkat kerjasama Mahkamah Konstitusi dengan PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas, Akil dalam kesempatan tersebut menyatakan gembira dan memberikan apresiasi. Karena hal ini menunjukan kerjasama antara MK dengan perguruan tinggi dapat terjalin dengan baik dan terus dikembangkan sebagai sebuah kebutuhan. Karena kehadiran MK sebagai lembaga negara dalam wujud dan rupa seperti sekarang ini, tidak dapat dilepaskan dari peran besar perguruan tinggi.
Acara Pekan Konstitusi VI ini dihadiri oleh Rektor Universitas Andalas Werry Darta Taifur, Dekan FH Universitas Andalas Yulandri, Dirut Pusako FH Universitas Andalas Saldri isra, Ketua KPU Prov Sumatra Barat dan Bawaslu, dan mahasiswa SMA se-Sumatera Barat, Jambi dan Riau. (Hamdi/mh)