Gugatan terhadap UU Keuangan Negara kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi, Senin, (26/8) dengan mendengarkan tiga orang saksi yang dihadirkan oleh Pemohon. Ketiganya merupakan para dirut BUMN, baik yang masih aktif maupun yang telah purnabakti, yang mengetahui dengan jelas adanya kesalahan dari UU Keuangan Negara.
Gatot Mudiantoro Suwondo selaku Dirut BNI mengatakan, UU Keuangan Negara berpotensi aktif mengkriminalkan para pejabat BUMN dan jajarannya karena tidak jelasnya ketentuan yang mengatur pemisahan kekayaan BUMN dengan kekayaan negara. Para petinggi BUMN juga kerap dihantui kekhawatiran dijadikan tersangka kasus korupsi apabila dalam keputusan bisnisnya ternyata menemui kegagalan atau hambatan yang dapat menimbulkan kerugian negara.
Banyaknya ketentuan yang mengikat para pejabat BUMN, diantaranya UU Perbankan, UU Pasar Modal dan berbagai aturan hukum lainnya semakin mempersulit gerak langkah para dirut untuk mengambil kebijakan strategis yang diharapkan dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
“BUMN seakan tidak memiliki fleksibilitas karena kami terikat pada banyak peraturan sehingga lambatnya proses pengambilan keputusan strategis telah menyebabkan BUMN kerap kehilangan peluang bisnis yang sangat potensial,” sesal Suwondo yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Bank Milik Pemerintah, yang terdiri dari BNI Tbk, BRI Tbk, Bank Mandiri Tbk dan BTN Tbk. Karena itu ia meminta MK agar memberikan jaminan kepastian hukum dengan memberikan batasan yang tegas dengan menyatakan kekayaan BUMN bukanlah kekayaan negara.
Senada dengan Suwondo, Dirut ESDM PT Garuda Indonesia, Heriyanto Agung juga menyesalkan rancunya ketentuan yang mengatur kekayaan BUMN. Menurutnya, bercampurnya kekayaan BUMN dengan kekayaan negara telah menempatkan para pejabat BUMN dalam situasi yang sulit, karena setiap kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis dapat dianggap sebagai kerugian Negara. “Pejabat BUMN sewaktu-waktu dapat dijerat tuntutan tindak pidana korupsi. Padahal dalam bisnis, untung rugi adalah hal yang lumrah,” ujar Agung dihadapan majelis hakim.
Sementara dua ahli yang dihadirkan, Erman Rajagukguk dan Hikmahanto Juwana juga sependapat dengan para saksi. Keduanya menyebut, perlu adanya pemisahan yang jelas bahwa kekayaan BUMN bukanlah kekayaan negara. Direncanakan MK akan kembali membuka sidang pemeriksaan pada Rabu, 4 September, masih dengan agenda mendengarkan saksi dan ahli dari Pemohon. (Julie/mh)