Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau biasa dikenal KUHAP yang dimohonkan oleh Ferry Tansil, Rabu (21/8). Pada sidang kali ini Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan permohonannya. Pemohon yang diwakili Fredrich Yunani selaku kuasa hukum menyampaikan perbaikan permohonannya mengenai syarat surat putusan pemidanaan hanya menguji Pasal 197 ayat (1) huruf I pada KUHAP, tanpa mengujinya terhadap norma UU lainnya.
Selain melakukan perbaikan pasal yang diuji dan batu ujinya, Fredrich juga menyampaikan bahwa pihaknya juga sudah melakukan perbaikan bukti tertulis. “Kami juga sudah mengajukan perbaikan bukti tertulis dan untuk bukti tertulis juga sudah kami sampaikan bersama dengan perbaikan,”ujar Fredrich yang juga menyampaikan perbaikan-perbaikan telah dilakukan pada petitum (tuntutan) permohonan, kerugian konstitusional, dan legal standing (hak gugat).
Sebelumnya, Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan tentang surat pemidanaan pada Pasal 197 ayat (1) huruf l KUHAP. Sebab, dalam Pasal 197 ayat (1) huruf l KUHP sudah sangat jelas menyatakan bahwa dalam surat pemidanaan harus mencantumkan hari dan tanggal putusan, nama penuntut hukum, nama hakim yang memutus, serta nama panitera yang bertugas. Namun, Pemohon menyayangkan bahwa dalam putusan pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung, maupun dalam upaya hukum luar biasa (PK) ketentuan pada Pasal 197 tersebut tidak pernah dicantumkan.
“Tujuan kami mengajukan uji materiil ini, Pak adalah supaya Mahkamah Konstitusi bisa melihat apakah huruf l ini masih patuh, Pak. Lalu apa masih perlu dihapus? Menurut kami karena huruf l-nya mengakibatkan terjadi confusing hukum, sehingga seharusnya batal demi hukum sebagaimana Pasal 197 ayat (2). Namun pihak-pihak tertentu mengatakan bahwa batal demi hukum itu tetap masih harus dieksekusi. Nah, jadi kami mengajukan kepada Mahkamah Konstitusi memohon kalau memang dalam hal ini suatu undang-undang yang menimbulkan multitafsir seyogianya dibatalkan saja,” jelas Frederich pada sidang pendahuluan yang digelar Selasa (23/7). (Yusti Nurul Agustin/mh)