Setelah pangeran dan putri Keraton Surakarta mengajukan tuntutan pembatalan terhadap UU Pembentukan Provinsi Jawa Tengah, Mahkamah Konstitusi kembali menerima permohonan sejenis. Kali ini permohoan diajukan oleh para abdi dalem keraton yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Boyamin.
Dalam tuntutannya, ia meminta MK memberikan status khusus dan keistimewaan Keraton Surakarta, dengan menyatakan UU No. 10 tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pengakuan terhadap keistimewaan Keraton Surakarta sudah seharusnya diberikan oleh negara, karena hal itu terkait pelestarian kekayaan budaya dan peradaban dunia. “Banyak negara di dunia masih mengakui berdirinya kerajaan-kerajaan di masing-masing negara dan Indonesia sepatutnya juga melakukan hal yang serupa,” ujar Boyamin saat menghadiri sidang perdana di Ruang Sidang Pleno, Kamis (21/08/2013).
Sebagai tambahan, Boyamin yang mewakili para abdi dalem Keraton Surakarta menolak klaim yang menyebut masuknya Surakarta dalam wilayah provinsi Jawa Tengah merupakan ranah kewenangan pembentuk UU. Sebaliknya, ia menyebut hal itu terkait erat dengan persoalan Konstitusi.
Terkait permohonan tersebut, Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Arief Hidayat meminta Pemohon untuk lebih mempertegas kerugian konstitusional yang dirasakan sekaligus mempertajam konstruksi permohonan agar dapat dikonfrontir dengan DPR dan Pemerintah sebagai pihak pembuat regulasi.
Direncanakan MK akan menggabungkan permohonan ini dengan permohonan yang sebelumnya telah diajukan oleh Kerabat Keraton Surakarta yang sidangnya telah memasuki agenda pembuktian dengan menghadirkan para saksi dan ahli. “Nanti akan kita gabungkan dengan perkara 63 yang sudah memasuki sidang pembuktian. Tapi kami tetap meminta Pemohon untuk memperbaiki permohonannya,” tukas Arief menutup persidangan. (Julie/mh)