Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) Penyiaran yang dimohonkan oleh Hilarion Haryoko, Sumiati, Normansyah, Winarti, Syaiful Wahid Nurfitri dan kawan-kawan dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA-Indonesia), Kamis (15/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Para Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran karena dianggap meningkatkan penjualan rokok sebagai zat adiktif.
Kuasa Hukum Para Pemohon, Tubagus Haryo Karbyanto menyampaikan pihaknya merasa Pasal 46 ayat (3) huruf b yang berbunyi “Siaran iklan niaga dilarang melakukan: (b) promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif” mengalami ketidakkonsistenan dengan bunyi Pasal 46 ayat (3) huruf c. Pemohon menganggap Pasal 46 ayat (3) huruf c justru membolehkan iklan dan promosi rokok sehingga rokok dianggap sebagai produk yang aman dikonsumsi dan dapat dijual bebas.
Pasal yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon lebih lengkap berbunyi sebagai berikut.
Pasal 46 ayat (3)
Siaran iklan niaga dilarang melakukan: (c) promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.
Menurut Pemohon, seperti yang disampaikan Tubagus, bila promosi rokok diteruskan maka akan mendorong peningkatan konsumsi rokok di kalangan masyarakat, khususnya anak-anak dan mahasiswa selaku perokok pemula. Lebih jauh, Pemohon menganggap akan timbul kerugian di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan masyarakat, dan menimbulkan turunnya kualitas hidup generasi bangsa.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon dalam petitumnya meminta Mahkamah menyatakan materi muatan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran sepanjang mengenai frasa “promosi rokok yang memperagakan wujud rokok” bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. “Menyatakan materi muatan dalam Pasal 46 ayat (3) huruf c Undang-Undang Penyiaran sepanjang mengenai frasa ‘promosi rokok yang memperagakan wujud rokok’ tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Tubagus membacakan poin petitum lainnya.
Menanggapi permohonan tersebut anggota panel hakim Ahmad Fadlil Sumadi mengatakan bahwa argumentasi permohonan yang diajukan oleh Pemohon masih kurang jelas, terlebih terkait argumentasi konstitusional. Pasalnya, Pemohon baru menyebutkan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji namun belum menjelaskan kaitannya dengan permohonan Pemohon. Hal yang sama juga disampaikan oleh anggota panel hakim lainnya Arief Hidayat yang meminta Pemohon memperbaiki format dari permohonan.
Sementara itu Ketua MK, M. Akil Mochtar yang bertindak selaku ketua panel hakim dalam persidangan kali ini mempertanyakan legal standing Para Pemohon. “Ini apakah Pemohon sebagai perorangan Warga Negara Indonesia atau sebagai badan hukum? Lalu apa kerugian konstitusional Pemohon masih belum jelas,” tegas Akil.
Pada kesempatan itu Akil pun kembali menegaskan permohonan Pemohon. Pasalnya, Akil justru melihat Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran sudah melarang promosi rokok yang memperagakan wujud rokok. (Yusti Nurul Agustin/ Mareta Ramadhani)