Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon dalam perkara nomor 45/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Partai Politik).
“Permohonan para Pemohon tentang Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang 15 Tahun 2011 dan Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang 2 Tahun 2011 tidak beralasan menurut hukum,” tegas Ketua MK M. Akil Mochtar dalam sidang pengucapan putusan, Rabu (31/7) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pemohon dalam perkara ini antara lain Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan Sefriths E. D. Nau, Anggota DPRD Kabupaten Bone Haeril, Anggota DPRD Kabupaten Bombana Abady, dkk.
Sebelumnya, dalam permohonannya para Pemohon menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyalahgunakan kewenangannya ketika menetapkan pedoman teknis pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berupa Peraturan KPU Nomor 07 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam ketentuan yang telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2013 tersebut, para Pemohon menyoroti penambahan syarat berupa adanya kewajiban membuat surat penyataan pengunduran diri bagi anggota DPR atau DPRD yang ingin mencalonkan diri pada Pemilu 2014 dengan partai yang berbeda.
Setidaknya terdapat dua alasan keberatan yang diajukan oleh para Pemohon. Pertama, KPU memaksa Pemohon untuk membuat Surat Pengunduran Diri yang tak dapat ditarik kembali, padahal pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UU Partai Politik pada hakikatnya bersifat sukarela. Kedua, KPU telah mengambil alih kewenangan partai politik untuk memberhentikan anggotanya baik sebagai anggota partai maupun sebagai anggota DPRD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (2) UU Partai Politik. Pemohon berkesimpulan, KPU telah melampaui kewenangannya dalam hal menilai syarat keangggotaan partai politik peserta Pemilu bagi calon anggota legislatif dalam Pemilu 2014.
Adapun dalam pertimbangannya MK menyatakan, ketentuan yang diuji oleh para Pemohon tersebut merupakan norma yang mendelegasikan kewenangan kepada KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum untuk menyusun dan menetapkan pedoman teknis setiap tahapan pelaksanaan pemilihan umum.
“Menurut Mahkamah, ketentuan yang demikian adalah ketentuan yang sangat lazim dan diperlukan, karena tidak mungkin aturan teknis setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan umum diatur semuanya dalam Undang-Undang. Teknis pelaksanaan suatu norma harus diatur lebih lanjut dalam peraturan yang lebih rendah dan bersifat teknis yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU),” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Kalaupun dalam peraturan-peraturan dan pedoman teknis tersebut ditemukan hal-hal yang melanggar UU, MK berpandangan, yang berwenang mengujinya adalah Mahkamah Agung (MA).
Tidak Dapat Diterima
Sementara itu, terhadap permohonan para Pemohon atas pengujian Pasal 16 ayat (3) UU Partai Politik, dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK. Menurut MK, substansi pengujian atas ketentuan ini sama dengan Perkara Nomor 39/PUU-XI/2013, yang putusannya diucapkan persis sebelum pengucapan putusan dalam perkara ini.
“Walaupun dasar pengujian permohonan dalam permohonan ini adalah Pasal 22E ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, akan tetapi karena alasan permohonannya pada pokoknya sama dengan alasan permohonan dalam perkara Nomor 39/PUU-XI/2013 yang telah diputus sebelumnya, maka pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Nomor 39/PUU-XI/2013 tersebut, mutatis mutandis berlaku pula untuk permohonan a quo,” ujar Arief Hidayat.
Menurut Arief, syarat pengunduran diri sebagaimana termuat dalam PKPU 07/2013, yang diikuti dengan Surat Edaran Nomor 315/KPU/V/2013 tentang Temuan Hasil Verifikasi Administrasi Pemenuhan Syarat Pengajuan Bakal Calon dan Syarat Bakal Calon Anggota DPRD, tanggal 6 Mei 2013, yang mengharuskan adanya surat pernyataan pengunduran diri sudah tidak relevan serta tidak dapat diberlakukan lagi.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU 2/2011 yang maknanya telah berubah menurut Putusan Mahkamah tersebut, seorang anggota DPR atau DPRD yang berasal dari partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun 2009 yang partainya tidak dapat ikut Pemilihan Umum Tahun 2014 dan hendak mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau DPRD dari partai politik lain pada Pemilihan Umum Tahun 2014, tidak harus berhenti sebagai anggota DPR atau DPRD yang sedang dijabatnya dengan syarat-syarat tertentu sebagaimana ditentukan dalam Putusan Mahkamah tersebut,” papar Arief Hidayat.
Dalam Putusan No. 39/PUU-XI/2013, MK menyatakan Pasal 16 ayat (3) UU Partai Politik tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “dikecualikan bagi anggota DPR atau DPRD jika: a. partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau kepengurusan partai poitik tersebut sudah tidak ada lagi, b. anggota DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya, c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap dari partai yang mencalonkannya”. (Dodi/mh)