Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang dalam perkara sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) Selasa, (30/7). Sidang yang melibatkan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) sebagi Pemohon yang menyengketakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh (DPRA) ini diketuai oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dengan agenda perbaikan permohonan.
Pada kesempatan tersebut, Pemohon diwakili oleh Endang Wihdatiningngtyas, selaku anggota Bawaslu, menyampaikan pihaknya telah mencermati dan menyempurnakan permohonan sesuai dengan nasihat majelis hakim konstitusi pada sidang sebelumnya. Perbaikan tersebut antara lain mengenai format permohonan di bagian tuntutan (petitum), dimana frasa angka satu telah ditulis “mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya”, tidak lagi menggunakan frasa “menetapkan”.
Selain format, pihaknya juga telah memasukkan asas lex specialis derogat legi generali (hukum yang khusus mengalahkan hukum yang umum) dan asas hukum yang baru mengalahkan hukum yang lama dalam permohonan. Sementara itu, terkait mengenai kedudukan Termohon, jika sebelumnya Termohon adalah DPR Aceh, kali ini DPR Aceh dijadikan sebagai Termohon I. Bawaslu dalam perbaikan juga menambahkan Gubernur Aceh sebagai termohon II.
Dalam kesempatan tersebut, Endang juga mengemukakan telah menguatkan alasan pihaknya melakukan gugatan ke MK. “Untuk menguatkan pendapat, kami telah menambahkan subjektum litis (pihak berperkara) dan objektum litis (objek perselisihan) dengan mengambil yurispudensi dari peraturan SKLN yang telah dikeluarkan sebelumnya,” urai Endang di depan majelis hakim.
Sebagai wakil Bawaslu, Endang juga menekankan MK untuk segera menetapkan siapa yang berwenang membentuk Bawaslu tetap di Provinsi Aceh. Hal ini sangat penting dilakukan karena menurutnya tahapan Pemilukada Aceh terus berlangsung. Ia mencotohkan penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) yang berasal dari perseorangan, maupun parpol telah berlalu, Daftar Calon Tetap (DCT) akan segera ditetapkan, dan kampanye sudah berjalan. Di sisi lain, keberadaan Bawaslu Aceh belum dapat diterima dengan baik oleh Pemerintah Provinsi Aceh.
Pengesahan Alat Bukti
Menanggapi keterangan pemohon, Maria mengatakan menerima perbaikan pemohon, dan akan segera mengesahkan alat bukti. Namun demikian ia memberi catatan pada bukti tertanda P2, P5, dan P8 harus lengkap karena Majelis Hakim tidak hanya akan melihat pada pasal-pasal yang diuji tetapi juga keseluruhan dari Undang-Undang.
Majelis hakim konstitusi kemudian mengesahkan bukti dokumen dari Pemohon. Selanjutnya setalah bukti dilengkapi, majelis hakim akan membahas permohonan tersebut pada rapat permusyawaratan hakim dan untuk kelanjutan perkara tersebut akan diputuskan dalam rapat permusyawaratan tersebut.
Seperti diketahui, sebelumnya Bawaslu RI mengajukan sengketa kewenangan antar lembaga negara ke MK. Gugatan ini diregistrasi oleh kepaniteraan MK dengan Nomor Perkara 3/SKLN-XI/2013. Dalam pokok permohonannya, Bawaslu RI mempersoalkan kewenangan membentuk Bawaslu Provinsi Aceh diambil oleh DPRA. (Eti Setyarini/mh)