Mahkamah konstitusi menggelar sidang perdana pengujian formil Undang-Undang Nomor 14 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw Di Provinsi Papua Barat, di ruang Pleno MK, pada Kamis (25/07). Permohonan tersebut diajukan oleh Ishak Malak, Aristoteles Bisulu, Halim Warwey. Ketiganya merupakan tokoh adat perwakilan masyarakat Moraid dari Distrik Moraid yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya UU tersebut.
“Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah dengan dimasukannya Distrik Moraid ke dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Tambrauw akan secara langsung mengurangi hak-hak dasar masyarakat untuk mendapatkan penghidupan yang layak,” ujar kuasa hukum pemohon Yance Salambauw.
Pada sidang yang di pimpin Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, Yance juga menyampaikan UU Pembentukan Kabupaten Tambrauw Di Provinsi Papua Barat bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127/PUU-VII/2009, di mana putusan MK tersebut tidak menyatakan bahwa penduduk distrik Moraid termasuk ke dalam Kabupaten Tambrauw. Selain itu, para pemohon menganggap proses pembentukan UU Kabupaten Tambrauw yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR telah menyalahi ketentuan perundang-undangan karena tidak mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
“Pemerintah dan DPR berpotensi mereduksi kualitas hidup para Pemohon untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Dan mereka juga tidak pernah mengerti atau memahami makna bagi masyarakat adat distrik moraid,” tegas Yance.
Secara formal, tambah Yance, masyarakat Moraid dan Pemerintah Kabupaten Sorong sudah menyampaikan kondisi riil dan faktual kepada pemerintah pusat dan DPR, apabila penduduk distrik Moraid masuk ke dalam Kabupaten Tambrauw maka penduduk distrik Moraid akan kehilangan hukum adatnya serta penghidupan yang layak. Namun hal tersebut tetap saja diabaikan oleh Pemerintah dan DPR.
Seusai mendengarkan keterangan dari kuasa hukum pemohon tersebut, Majelis Hakim Konstitusi menyampaikan nasihatnya kepada pemohon untuk melakukan perbaikan dalam pokok permohonanya. Majelis Hakim menyarankan agar Pemohon lebih merinci permohonan serta memperbaiki petitum atau permohonannya, apabila bermaksud melakukan pengujian formil saja, tanpa pengujian materilnya. Para pemohon diberikan waktu selambat lambatnya 14 hari kerja, untuk menyerahkan perbaikan permohonannya kepada Kepaniteraan MK. (panji erawan)