Eddy Wirabhumi didampingi kuasa hukumnya, Zairin Harahap menyampaikan perbaikan permohonan pada poin penguatan kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang disarankan majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada persidangan awal. Zairin kembali menguatkan posisi kliennya sebagai ahli waris Keraton Surakarta yang merasa dirugikan atas berlakunya UU Pembentukan Provinsi Jawa Tengah yang seakan menghilangkan status istimewa Surakarta.
Menurut keduanya, UU Pembentukan Provinsi Djawa Tengah telah memberi perlakuan yang berbeda dihadapan hukum. Hal ini tampak dari digunakannya UU no 10 tahun 1950 sebagai dasar penggambungan Daerah Istimewa Yogyakarta ke dalam Provinsi Jawa Tengah, sedangkan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatkan Undang-Undang sendiri, yakni UU No 3 tahun 1950. Status Istimewa Surakarta secara yuridis diatur dalam Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 dan Surat Wakil Presiden tanggal 12 September 1949. Sebagai dasar hukum diundangkan UU No 10 tahun 1950 adalah UU No 22 tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah.
“Dan sampai hari ini, belum ada satupun pasal maupun ayat dalam UU tersebut yang menyatakan penghapusan status Surakarta sebagai daerah istimewa. Dengan demikian status penetapan pemerintah tentang keistimewaan Surakarta masih sah dimata hukum,” ujar Zairin Harahap dihadapan Majelis Hakim.
Pihak Keraton Surakarta menyayangkan sikap pemerintah pusat yang mengingkari status keistimewaan Surakarta, dengan “ mensejajarkan ” Surakarta sama dengan daerah-daerah lain, seperti Semarang, Pati, Pekalongan, Banyumas dan Kedu dengan menggabungkan seluruhnya kedalam Provinsi Jawa Tengah. Seharusnya menurut Pemohon, status istimewa Surakarta menjadikan Surakarta berbeda, sebagaimana status Daerah Istimewa Yogyakarta. (Juliette/mh)