Pajak Ganda Rokok Timbulkan Ketidakadilan
Selasa, 09 Juli 2013
| 18:10 WIB
Jakarta 9/7 - Kuasa Hukum Pemohon Robikin Emhas menyampaikan dalil-dalil permohonan dalam Sidang Pengujian Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Ruang Sidang pleno Gedung MK. Foto Humas/Lingga.
Praktisi hukum Hendardi dan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Mulyana W. Kusuma menggugat UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU Pajak Daerah) ke Mahkamah Konstitusi.
Keduanya yang mengaku sebagai perokok aktif mempermasalahkan pajak ganda pada produk rokok. Robikin Emhas selaku kuasa hukum keduanya menjelaskan, rokok telah dikenakan cukai rokok sesuai UU No. 11 tahun 1995 tentang Cukai. Namun selain itu, rokok juga dikenakan pajak pungutan atas cukai rokok. “Dengan demikian, pada komoditas yang sama, yaitu rokok, dikenakan pajak ganda. Dan hal ini jelas bertentangan dengan asas kepastian hukum,” ujar Emhas.
Pihaknya juga menilai, pemberlakuan pajak ganda telah menimbulkan ketidakadilan, karena perokok dibebani pajak dua kali. Secara langsung, pengenaan pajak ganda ini telah menyulitkan para perokok karena pajak dan cukai rokok yang dibebankan akan dialihkan oleh produsen ke konsumen sehingga menyebabkan tingginya harga rokok.
Tumpang tindihnya pemungutan pajak atas rokok berpotensi membuka peluang penyalahgunaan wewenang sehingga hal ini bertentangan dengan konstitusi. Karena itu, dalam tuntutannya para pemohon meminta MK membatalkan sejumlah pasal yang dimaksud. “Menyatakan Pasal 1 angka 19 UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan UUD 1945,” tukas Robikin Emhas mengakhiri pembacaan permohonannya. (Juliette/mh)