Penempatan TKI melalui pihak swasta tidak berarti bahwa Pemerintah melepaskan tanggung jawabnya terhadap TKI. Hal ini disampaikan oleh Reni Usman yang mewakili Pemerintah dalam pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU Perlindungan TKI) pada Selasa (9/7). Sidang pendahuluan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 50/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh tiga orang buruh migran, yakni Arni Aryani Suherlan Odo, Siti Masitoh BT Obih Ading, serta Ai Lasmini BT Enu Wiharja.
“Walaupun swasta ditunjuk Pemerintah, namun Pemerintah tetap menyeleksi dan memberikan persyaratan yang lengkap dan memberi sanksi kepada pihak swasta yang melakukan pelanggaran,” jelas Reny di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK M. Akil Mochtar.
Menurut Pemerintah, penempatan TKI oleh swasta tidak melepas tanggung jawab karena Pemerintah tetap memengawasi. Dengan adanya PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenega Kerja Indonesia Swasta) justru memudahkan Pemerintah dalam membantu TKI. “Pemerintah tetap mengawasi melalui perwakilan negara kita di luar negeri,” ujarnya.
Sementara mengenai Pasal 59 UU PPTKI, Reny menjelaskan mengenai aturan TKI harus pulang ke Indonesia untuk memperbarui kontraknya justru memberatkan para TKI, dibantah oleh Pemerintah. Menurut Pemerintah, aturan tersebut justru memberikan perlindungan kepada TKI. “Selain memudahkan pendataan, aturan tersebut juga memberi kesempatan TKI untuk bertemu dengan keluarganya,” paparnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ruhut Sitompul selaku perwakilan DPR. Menurut Ruhut, aturan tersebut justru memberikan kesempatan untuk pulang bagi para TKI. Kemudian, aturan mengenai resiko yang ditanggung oleh TKI jika melakukan kontrak sendiri, Ruhut menjelaskan hal itu termasuk ke dalam legal ratio. “Jika seseorang melakukan kontrak, maka ia sendirilah yang terikat kontrak dengan pihak yang membuat kontrak dengannya,” tukasnya.
Dalam pokok permohonannya, Para Pemohon yang diwakili oleh Jansen E. Saloho mendalilkan hak konstitusinya terlanggar dengan berlakunya Pasal 10 huruf b, Pasal 58, Pasal 59 dan Pasal 60 UU Perlindungan TKI. Menurut Jansen, Pasal 10 huruf b Undang-Undang tersebut telah memberikan tanggung jawab penempatan TKI kepada pihak swasta, hal ini bertentangan dengan kewajiban konstitusional negara dalam melindungi warga negara Indonesia dalam hal ini TKI di luar negeri. Kemudian, Jansen melanjutkan Pasal 58 ayat (2) yang menyatakan pengurusan untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI swasta, dengan tegas membatasi pihak yang berhak untuk mengurus perpanjangan kontraknya secara mandiri. (Lulu Anjarsari/mh)