Sidang lanjutan terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pemilu Presiden) dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif), kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang lanjutan perkara dengan Nomor 61/PUU-XI/2013 ini diajukan Taufiq Hasan, warga Ponorogo, Jawa Timur.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Taufiq yang hadir tanpa diwakili kuasa hukumnya mengemukakan beberapa perbaikan permohonan yang telah dilakukan. Pada perbaikan permohonannya, Taufiq di antaranya menambahkan dua pasal yang domohonkan untuk diuji.
“Jika sebelumnya hanya Pasal Pasal 27 ayat (1) UU Pemilu Presiden dan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif menjadi Pasal 28 UU Pemilu Presiden dan Pasal 20 UU Pemilu Legislatif,” urainya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki.
Akan tetapi, meski ia mengikuti sara perbaikan Majelis Hakim, Taufiq mengakui tidak mengubah argumentasinya. Menurutnya ketentuan pasal-pasal dalam kedua UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM), dan tidak memberikan jaminan, perlindungan bagi masyarakat Indonesia. Pasal 27 ayat (1) UU Pemilu Presiden dan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif memiliki redaksi yang sama yaitu menyebutkan, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih”. Selain itu, Pemohon mendalilkan setiap warga negara Indonesia memiliki hak pilih dalam pemilu, tanpa ada batasan umur atau perkawinan. (Lulu Anjarsari/mh)