Jimly: Sebaiknya Pakai UU Pilpres Lama
Selasa, 09 Juli 2013
| 13:20 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: DPR RI masih terus berada dalam perdebatan mengenai UU Nomer 42 tahun 2008 mengenai Pemilihan Presiden (Pilpres). Perdebatan pun hanya berkutat di pasal 9 yang mengatur ambang batas pencalonan presiden oleh partai politik, dimana sebagian partai memilih tetap menggunakan UU lama, dan sebagian lainnya menuntut untuk diperkecil dengan alasan masing-masing.
Namun, dengan posisi pemerintahan Indonesia yang mengklaim sistem presidential, maka sudah selayaknya hal itu dijalankan secara konsisten.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Jimly Assidiqie menjelaskan, saat ini yang paling realistis adalah tetap menggunakan UU lama yang mengatur capres bisa diusung dengan syarat 20 persen suara sah nasional dan 25 persen kursi diparlemen.
"Untuk saat ini sebaiknya tetap di 20 persen. Ya untuk presidential, memang thershold harus besar," kata Jimly saat dihubungi, Selasa (9/7).
Saat ini, UU Pilpres tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materi atas pasal 9 yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 6A.
"MK harus segera memutuskan judicial review, maksimal bulan ini. Jangan ditunda-tunda agar persiapannya baik jelang 2014," ungkapnyam
Namun, untuk kedepan, Jimly berharap pemerintah yang terpilih nanti bisa membenahi sistem pemerintahan yang kuat menjamin sistem presidensial. Jimly berpendapat, di pemerintahan yang baru perlu dipikirkan bagaimana parlemen tidak menumpuk beragam partai, melainkan bisa diatur hanya untuk diisi dua faksi, yaitu faksi pemerintah dan faksi non pemerintah.
"Setelah terbentuk pemerintahan yang baru, mari kita benahi. Saya sudah usulkan dari lama, partai-partai masuk dalam posisi pemerintah atau non pemerintah. Jika terlalu banyak seperti ini, terlalu transaksional karena perlu mengakomodasi kepentingan partai," tegasnya. (Hafidz Mukti)