Segenap guru Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) se-Kabupaten Cirebon berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (5/7) pagi. Kedatangan mereka diterima oleh Peneliti MK Fajar Laksono Soeroso di lantai 4 Gedung MK. Dalam kesempatan itu, berbagai hal terkait kinerja MK dijelaskan secara panjang lebar oleh Fajar.
Satu di antaranya, Fajar menjelaskan mengenai kewenangan dan kewajiban MK. “Bahwa MK melakukan pengujian UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD dan memutus pembubaran partai politik,” kata Fajar pada kesempatan itu.
Kewenangan MK berikutnya, lanjut Fajar, memutus sengketa perselisihan hasil pemilihan umum maupun pemilihan umum kepala daerah. “Dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum, MK tidak sekadar jadi ‘Mahkamah Kalkulasi’. Artinya, tidak hanya mengadili angka-angka hasil Pemilu. Tetapi kemudian MK juga mengadili proses Pemilu, bahwa hasil Pemilu dipengaruhi oleh proses,” ujar Fajar.
“Kalau proses Pemilu buruk dan tidak demokratis, maka sudah dapat dipastikan hasilnya juga tidak demokratis. Jadi MK juga masuk ke ranah proses pemilu, karena sebagai pengawal konstitusi maupun pengawal demokrasi, ” tambah Fajar.
Begitu pula dalam perselisihan hasil Pemilu kepala daerah atau Pemilukada, tidak hanya mengadili hasil tetapi juga mengadili proses. Terkait itulah, maka ada yang dinamakan dengan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif yang bisa mengubah perolehan hasil Pemilukada.
Fajar melanjutkan, Pemilukada Jawa Timur beberapa tahun lalu menjadi treseden dan yurisprudensi MK ketika memutus perselisihan hasil Pemilukada. Karena dalam Pemilukada Jawa Timur tersebut, MK memutuskan putusan yang tidak diatur dalam UU sebelumnya.
“Pada saat itu MK memutuskan untuk memerintahkan KPUD Jawa Timur menggelar pemungutan suara ulang di dua kabupaten, Sampang dan Sumenep. Termasuk penghitungan suara ulang di Pamekasan. Hal tersebut dilakukan MK karena daerah-daerah itu ditengarai terjadi pelanggaran-pelanggaran yang menciderai demokrasi,” urai Fajar.
Selain memiliki empat kewenangan, kata Fajar, MK memiliki satu kewajiban terkait pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden. Bahwa Presiden bisa dimakzulkan kalau melanggar UUD atau melakukan tindak pidana.
“Misalnya, kalau DPR menduga Presiden melakukan tindak pidana korupsi, maka diajukan ke MK. Selanjutnya MK akan menyidangkan, lalu memanggil Presiden dan DPR untuk membuktikan dugaan tersebut. Kalau memang tidak terbukti, ya selesai. Tapi kalau terbukti, MK tidak serta merta bisa menjatuhkan seorang Presiden atau Wakil Presiden, karena MK tidak punya kewenangan menjatuhkan Presiden atau Wakil Presiden,” papar Fajar.
Namun, putusan terkait dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden itu dikembalikan ke DPR dan selanjutnya mengundang MPR sebagai lembaga yang memutuskan seorang Presiden atau Wakil Presiden dimakzulkan atau tidak. (Nano Tresna Arfana/mh)