Sidang lanjutan perkara pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (3/7). Perkara dengan Nomor 59/PUU-XI/2012 ini dimohonkan oleh salah satu anggota DPC PPP Kota Surakarta Arif Sahudi.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva tersebut, Pemohon telah memperbaiki permohonannya. Pemohon dalam perbaikannya menitikberatkan kepada perbaikan kedudukan hukum dan dalil permohonan. Jika sebelumnya Pemohon mengajukan diri sebagai Anggota DPC PPP Kota Surakarta, kini Pemohon mengganti jadi warga negara perseorangan.
“Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia. Oleh karena itu, Pemohon memiliki kualifikasi sebagai Pemohon pengujian Undang-Undang yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya dalam hal ini Pasal 51 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” jelasnya.
Sedangkan dalam dalil permohonan, Pemohon menjelaskan dengan diterapkannya Pasal 51 ayat (1) huruf k UU Pemilu Legislatif sangat berpotensi merugikan kepentingan konstitusional Pemohon akibat pasal tersebut dapat menimbulkan berbagai persepsi yang berbeda, tidak jelas dalam ketentuannya sehingga berpeluang ditafsirkan lain yang bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon menjelaskan terdapat beberapa Partai Politik yang mengajukan Bakal Caleg menjadi Anggota Calon Legislatif dimana bakal caleg tersebut masih menjabat sebagai Menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II.
“Bakal Caleg yang saat ini masih menjabat sebagai menteri tersebut sangat berpotensi merugikan hak konstitusional Pemohon, dimana pemohon akan sangat dirugikan apabila Bakal Caleg yang saat ini masih menjabat sebagai menteri diloloskan oleh Komisi Pemilihan Umum maka PEMILU yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, sebagaimana diembankan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tidak dapat terlaksana dengan baik,” paparnya.
Majelis Hakim Konstitusi juga mengesahkan beberapa alat bukti dalam persidangan tersebut. Dalam sidang sebelumnya, Pemohon menilai menteri yang maju menjadi calon anggota legislatif (caleg), tidak berkewajiban mengundurkan diri dari jabatannya. Tidak adanya kewajiban undur diri tersebut, dinilai tidak menjamin kepastian hukum yang adil, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Kuasa hukum para Pemohon dalam Nomor Perkara 59/PUU-XI/2013, W. Agus Sudarsono, menjelaskan tidak adanya kewajiban pengunduran secara permanen bagi menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, tidak diaturnya jabatan menteri dalam UU Pemilu Legislatif menyebabkan Para Pemohon sebagai warga negara yang membayar pajak tidak terlayani dengan baik. (Lulu Anjarsari/mh)