Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( UU Kepailitan) yang dimohonkan oleh CV Pemuda Mandiri Sejati, Kamis (4/7). Pada sidang kali ini Para Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan dalam permohonannya sesuai saran panel hakim dalam sidang pendahuluan.
Kuasa hukum Para Pemohon, Denny Rudini menyampaikan bahwa kliennya sudah melakukan perbaikan dalam permohonan sesuai saran dari panel hakim pada sidang penduluan. “Terima kasih atas saran yang telah diberikan pada saat sidang pertama. Dalam hal ini kita memperbaiki masalah legal standing. Lalu posita-posita yang kita cantumkan dan norma-norma yang disarankan sudah kita masukkan juga. Terus kita juga merevisi pendahuluan yang dinilai terlalu panjang. Yang kelima, sistematika penulisan ayat sudah kita perbaiki dan batu uji juga sudah kami perbaiki menjadi Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945,” papar Denny.
Selain menyampaikan poin-poin perbaikan, Pemohon yang dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya juga mengajukan lima bukti, yakni bukti tertanda P-1 sampai P-5.
Ketua Panel Hakim, Hamdan Zoelva dalam persidangan kali ini mengingatkan Para Pemohon untuk menunggu panggilan dari Mahkamah. “Bisa dua kemungkinannya, bisa panggilan Mahkamah itu untuk langsung vonis kalau ini dianggap cukup. Tapi, bisa juga panggilan dari Mahkamah untuk mendengarkan keterangan dari pemerintah, DPR, dan Saudara-saudara bisa mengajukan ahli atau saksi. Ini tergantung pada RPH Pleno dari Hakim Mahkamah Konstitusi,” tukas Hamdan sembari menutup sidang.
Sebelumnya kuasa Hukum Pemohon, Victor Santoso Tandiasa pada persidangan perdana menyampaikan Pemohon merasa ada kelemahan dalam UU Kepailitan, terutama pada Pasal 2 ayat (1) yang berisikan syarat kepailitan. “Yang seperti kita ketahui memang pada awalnya pada saat undang-undang itu dirumuskan memang itu untuk melindungi bank pada saat bank sedang mengalami krisis, melindungi bank dari debitor nakal. Kemudian dalam perkembangannya, dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut memiliki unsur-unsur atau hal-hal yang dapat merugikan kami Pemohon, yakni hak konstitusi Pemohon dalam menjalankan usaha. Karena, kita melihat di situ begitu mudah dan sederhananya pihak kreditor untuk melakukan (menyatakan, red) pailit terhadap debitor,” jelas Victor yang mengaku tergabung dalam Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) kala itu. (Yusti Nurul Agustin/mh)