Mobilisasi pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) jangan sampai dijadikan tiket untuk menuju bilik suara untuk memilih pasangan calon tertentu. Demikian ditegaskan Irmanputra Sidin, ahli hukum tata negara yang dihadirkan pasangan Tuty Dau-Maryono, Pemohon perkara 77/PHPU.D-XI/2013, yang menggugat kemenangan pasangan petahana Walikota-Wakil Walikota Riban Satia-Mofit Saptono (Rimo) dalam sidang Sengketa Pemilukada Kota Palangkaraya, Senin (01/07/2013), yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M. Akil Mochtar.
Menurut Irman, penyalahgunaan tersebut dapat dibuktikan dengan menunjukkan keterlibatan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam pelanggaran tersebut. Jika ternyata pelanggaran tersebut memiliki hubungan perintah dengan petahana yang menjadi pasangan calon peserta Pemilukada, maka hal itu tidak saja dikatakan sebagai pelanggaran serius, namun juga pelanggaran yang serius dalam struktur pemerintahan. Irman menegaskan, jikalau hasil pemungutan suara dihasilkan dari cara seperti itu dan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil perolehan suara, maka harus ada pemungutan suara ulang dan diskualifikasi terhadap pasangan calon yang memerintahkan pelanggaran tersebut.
Untuk memperkuat keterangan ahli, Pemohon juga menghadirkan sejumlah saksi diantaranya Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Ahmad Diran yang menjelaskan mengetahui persoalan penerbitan KTP secara massal dari beberapa wartawan. Terhadap persoalan itu Ahmad Diran menyatakan telah memerintahkan Kepala Inspektur Provinsi Kalteng, Eddy Hary Susanto untuk menyelidiki persoalan tersebut. Keterangan Ahmad Diran dibenarkan oleh Eddy Hary Susanto yang juga hadir sebagai saksi pasangan Tuty-Maryono.
Menurut Eddy, berdasar hasil pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Provinsi Kalteng, ada penerbitan 5000 Kartu Keluarga (KK) dan KTP pada 1-2 Juni 2013. “Temuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan memeriksa server penyimpanan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (disdukcapil) Kota Palangkaraya,” jelas Eddy. Eddy lebih lanjut menjelaskan, dari proses pemeriksaan yang telah dilakukan pihaknya menemukan Disdukcapil Kota Palangkaraya tidak tertib administrasi. Selain terdapat perubahan data kependudukan pada server Disdukcapil pada 20 Juni 203 terdapat 306 data KK namun menyusut menjadi 133 KK pada 26 Juni 2013.
Keterangan Eddy Hary Susanto juga diperkuat oleh keterangan Rusi Rapi Elita, Yantho, Pancar Fit dan M. Ihsan, staf pegawai Disdukcapil Kota Palangkaraya. Seperti disampaikan Rusi, saksi melihat sejumlah berkas kependudukan yang ada di atas meja Kepala Disdukcapil, Rozikin, tertera tulisan Rimo, singkatan pasangan Riban-Mofit. Sementara Yantho, Pancar Fit dan M. Ihsan ketiganya mengakui telah melakukan proses penerbitan KK dan KTP yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku karena mendapat perntah dari atasan mereka Rozikin dan Abramsyah, salah satu bidang di Disdukcapil.
Keterangan saksi-saksi yang diajukan Tuty-Maryono, juga berkaitan dengan keterangan saksi yang diajukan oleh pasangan Faridawaty Darland Atjeh-Sodikul Mubin. Diungkapkan Ryn Ramadhan dan Rusdi. Kedua saksi tersebut melihat mobilisasi penduduk dari wilayah Kabupaten Gunung Mas, Sampit dan Pulang Pisau yang ikut memberikan suara saat hari pemungutan suara. Sedangkan saksi Paizal Rahman menjelaskan adanya pembuatan KTP massal yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya pada 02 Mei 2013.
Terhadap perkara tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palangkaraya menyatakan apa yang dipersoalkan oleh Para Pemohon bukan kewenangan MK, karena mempersoalkan KTP, Nomor Induk Kependudukan (NIK) bukan objek sengketa di MK. Selain itu dalam jawabannya yang dibacakan kuasa hukum KPU Palangkaraya, Hanky Mustan Sabarta, menilai permohonan pemohon kabur karena tidak mempersoalkan hasil penghitungan suara Pemilukada Kota Palangkaraya. Lebih lanjut KPU Palangkaraya menyatakan menolak dalil pemohon yang menyatakan KPU Palangkaraya telah berpihak pada pasangan calon tertentu. Justru KPU Palangkaraya menjalankan putusan MK yang dalam putusannya menyatakan pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap untuk tetap dapat memberikan hak suaranya.
Hal senada juga disampaikan oleh Rahmadi Lentang, kuasa hukum pasangan Rimo, petahana Walikota-Wakil Walikota Palangkaraya. Menurut Rahmadi gugatan ini muncul karena ketidaksiapan Para Pemohon dalam berdemokrasi dan prasangka buruk terhadap kliennnya selaku petahana. Justru penerbitan Electronic-KTP itu dilakukan untuk memenuhi perintah Undang-Undang, dan yang terjadi sebenarnya perekaman data E-KTP, bukan penerbitan E-KTP. Kalaupun jumlah 5000 itu dipersoalkan tetap tidak ada perubahan yang signifikan terhadap perolehan suara, karena Pasangan Rimo tetap meraih suara terbanyak, dan persoalan KTP baru muncul ketika Para Pemohon mengetahui hasil rekapitulasi penghitungan suara.
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada hari Selasa (02/07/2013), untuk memeriksa keterangan saksi KPU Palangkaraya dan Pihak Terkait pasangan Rimo. (Ilham/mh)