Sidang pembuktian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Barito Utara - Perkara No. 74 dan 75/D. XI/2013 - berlanjut pada Kamis (27/6) malam. Termohon (KPU Barito Utara) dan Pihak Terkait (Pasangan Nadalsyah-Ompie Herby) memberikan tanggapan terhadap dalil-dalil yang diajukan Pemohon pada sidang terdahulu.
Termohon yang diwakili kuasa hukumnya Iwan Gunawan, menjelaskan bahwa Mahkamah tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, karena permohonan Pemohon bukanlah merupakan perselisihan hasil perhitungan suara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 106 ayat (2) UU No. 32/2004 juncto UU No. 12/ 2008 tentang Pemerintahan Daerah juncto Pasal 4, Pasal 6, serta Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan MK No. 15/2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
“Selain itu permohonan Pemohon juga kabur dan tidak jelas karena dalam posita-nya tidak sedikitpun mendalilkan mengenai perselisihan penghitungan hasil suara sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (2) butir b Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15/2008 juncto Pasal 75 UU No. 24/2003 tentang MK juncto Pasal 106 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Iwan kepada pimpinan sidang, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki.
Lainnya, lanjut Iwan, permohonan Pemohon juga lewat waktu. Permohonan Pemohon melewati batas waktu karena sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan MK 15 Tahun 2008 permohonan Pemohon telah diregistrasi di MK pada 20 Juni 2013, sedangkan batas 3 hari kerja sejak rekap hasil perhitungan suara di tingkat KPUD adalah 12 Juni 2013.
Kemudian perbaikan permohonan yang disampaikan Pemohon pun bukanlah merupakan perbaikan permohonan karena posita dan petitum yang didalilkan dalam perbaikan permohonan berbeda dengan posita dan petitum pada permohonan yang telah diregister pada 20 Juni 2013.
Selanjutnya dalam pokok perkara, Termohon dengan tegas menolak seluruh dalil yang dikemukakan oleh Pemohon dalam perkara a quo. Karena Termohon telah melaksanakan seluruh tahapan program dan jadwal penyelenggaraan pemilukada secara baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip pemilukada yang langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Tidak Palsukan Ijazah
Sedangkan Pihak Terkait yang diwakili kuasa hukumnya Andi Muhammad Asrun, di antaranya membantah dalil Pemohon yang menyatakan Pihak Terkait memalsukan ijasah. “Jadi terkait dengan tuduhan ijazah palsu, saya kira itu adalah fitnah saja dan tidak jelas,” ucap Asrun.
“Kalau tidak percaya, Yang Mulia dan Pemohon bisa melihat sendiri bagaimana model ijazah itu,” tambah Asrun kepada Majelis Hakim.
Berikutnya, Asrun menanggapi dalil Pemohon soal Mitra Barito yang dikatakan sebagai pelaku money politics. “Itu harus bisa dibuktikan dan bagaimana melakukan money politics itu. Ini juga tidak dijelaskan, padahal di posita itulah yang harus dilihat,” kata Asrun.
“Saya melihat ada semacam katakanlah kekaburan, tidak dijelaskan apa korelasi antara money politics dengan perolehan suara, itu tidak dijelaskan sama sekali,” tandas Asrun.
Sebagaimana diketahui, Pemohon adalah Mulyar Samsi-Yusia S. Tingan (pasangan calon no. urut 3) dan Relawati-Purman Jaya (pasangan no. urut 7). Salah satunya, Pemohon menggugat keputusan KPU Kabupaten Barito Utara yang meloloskan Pihak Terkait karena ijazah yang dimiliki bersangkutan diduga palsu atau dipalsukan. (Nano Tresna Arfana/mh)