Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang Perkara Nomor 56/PUU-XI/2013 perihal uji paket undang-undang politik yang diajukan oleh Saurip Kadi pada Selasa (25/6) di Ruang Sidang Pleno MK. Saurip Kadi menegaskan, pihaknya telah memperbaiki permohonan sebagaimana disarankan oleh Panel Hakim Konstitusi pada persidangan sebelumnya.
“Dari gugatan yang sudah diputus dan sedang (dalam pemeriksaan, pen), ternyata hanya satu yang berkaitan dengan materi yang kami gugat, yaitu berkaitan dengan presidential threshold. Jadi apa yang saya sampaikan tidak terganggu atau tidak terpengaruh dengan gugatan-gugatan lainnya. Baik yang sudah diputuskan ataupun yang sedang (dalam pemeriksaan),” papar Saurip Kadi.
Selain itu, Saurip Kadi juga sempat memaparkan tentang pokok permohonannya kepada Panel Hakim Konstitusi yang terdiri atas Wakil Ketua MK Achmad Sodiki (Ketua Panel), Maria Farida Indrati, dan Arief Hidayat. Dia menyatakan, pengaturan tentang presidential threshold dan parliamentary threshold adalah sebuah akal-akalan semata. “Yang terjadi akibatnya suara orang menunjuk wakil jadi hilang. Ini persoalan kedaulatan,” tutur Purnawirawan TNI AD ini.
Akal-akalan lainnya, kata Saurip Kadi, adalah terkait pemberlakuan presidential threshold dalam sistem presidensial murni seperti di Indonesia. Hal seperti ini menurutnya tidak masuk dalam logika politik maupun logika hukum.
Begitu juga terkait kewenangan Pergantian Antar Waktu (PAW) yang dimiliki oleh partai politik. Menurut Saurip Kadi, dalam sistem pemilihan langsung sebagaimana berlaku di Indonesia seharusnya partai politik tidak memiliki hak untuk PAW. “Partai yang tidak pernah diberi mandat oleh rakkyat serta merta punya hak untuk mem-PAW,” katanya.
“Di empat undang-undang yang kami gugat ini, dalam peringkat perundang-undangan letaknya berada di bawah Undang-Undang Dasar, tetapi muatannya membikin dekonstruksi terhadap niat perubahan dan amanat Undang-Undang Dasar yang telah diamandemen. Ini sungguh terlalu,” ujarnya menirukan ucapan penyanyi dangdut kondang Rhoma Irama.
Ketentuan-ketentuan yang diuji oleh Pemohon yakni Pasal 208 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg); Pasal 3 Ayat (5) dan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres); Pasal 12 huruf e, g, dan h UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol); serta Pasal 80 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). (Dodi/mh)