Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pemilu Presiden) dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif), Selasa (25/06/2013) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang untuk perkara yang diregisterasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 61/PUU-XI/2013 ini diajukan Taufiq Hasan, warga Ponorogo, Jawa Timur.
Taufiq Hasan mengujikan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU Pemilu Presiden dan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif. Menurutnya ketentuan pasal-pasal dalam kedua UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM), dan tidak memberikan jaminan, perlindungan bagi masyarakat Indonesia.
Pasal 27 ayat (1) UU Pemilu Presiden dan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif memiliki redaksi yang sama yaitu menyebutkan, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.”
Taufiq di hadapan Panel Hakim Konstitusi Achmad Sodiki selaku Ketua Panel, dan didampingi oleh Hakim Kosntitusi Muhammad Alim dan Arief Hidayat, mendalilkan setiap warga negara Indonesia memiliki hak pilih dalam pemilu, tanpa ada batasan umur atau perkawinan.
“Mencoblos itu merupakan hak asasi, tentunya menimbulkan konsekuensi, yakni seluruh masyarakat mempunyai hak mencoblos. Karena hak asasi itu tidak boleh dibatasi dengan umur dan perkawinan,” dalil Taufiq.
Mendengarkan uraian permohonan Taufiq, Majelis Hakim Konstitusi menyarankan agar Taufiq memberikan penjelasan yang lebih akurat dan detil, sehingga dapat menyakinkan Majelis Hakim Konstitusi. “Ini apa yang Saudara inginkan, minta (UU) dibatalkan?” tanya Hakim Konstitusi Achmad Sodiki, sembari menasihati Taufiq agar memperbaiki permohonan dan menyerahkannya ke Kepaniteraan MK paling lambat 14 hari kerja. (Panji Erawan/NRA)