Hakim Konstitusi, Arief Hidayat menerima kunjungan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Yos Sudarso Surabaya, Jumat (21/6) di Ruang Konferensi Pers, Lantai 4 Gedung MK. Tidak hanya itu, Arief sempat berbagi ilmu mengenai hukum ketatanegaraan dan berbagai hal seputar MK. Dengan gayanya yang humoris, Arief mampu membuat Mahasiswa FH Universitas Yos Sudarso menyimak penuturannya selama lebih kurang tiga jam.
Mengawali paparannya, Arief yang juga menjadi Guru Besar Universitas Diponogoro itu mengatakan menerima kunjungan dari berbagai pihak ke MK, termasuk menerima kunjungan mahasiswa merupakan bentuk kebijakan MK. Karena itu, Arief meminta para mahasiswa tidak segan untuk berkunjung ke MK demi mendapatkan berbagai ilmu baru seputar tugas dan kewenangan MK.
Usai membuka pertemuan itu Arief mulai menjelaskan mengenai Pancasila. Arief menyayangkan selama masa reformasi Pancasila terkesan dipinggirkan. Sehingga tidak heran bila saat ini muncul berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat seperti konflik SARA dan intoleransi. Arief melihat terpinggirkannya Pancasila merupakan kelanjutan dari proses tumbangnya orde baru. Sehingga, apa pun yang dianggap produk orde baru ikut-ikut disingkirkan meskipun memiliki nilai positif.
“Saat orde baru memang Pancasila dipakai sebagai alat represif. Sehingga ketika orde baru diturunkan semua produknya dianggap tidak berguna juga, termasuk Pancasila. Padahal apa yang ditinggalkan orde baru belum tentu buruk semua, ada yang berguna juga seperti Pancasila,” jelas Arief dengan diselengi berbagai guyonan yang membuat perhatian mahasiswa berjaket almamater warna kuning itu tidak pernah lepas darinya.
Beralih ke bahasan lain, Arief menjelaskan berbagai peran negara. Sebelum-sebelumnya negara hanya berperan sebagai “penjaga malam” yang hanya mengatur soal keamanan negara dan penduduknya. Kemudian fungsi negara berkembang menjadi turut berkewajiban memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan di Indonesia, negara tidak hanya mengatur soal keamanan atau kesejahteraan saja, melainkan juga mengatur ketentraman kehidupan bermasyarakat baik jasmani maupun rohani.
Dalam kesempatan itu Arief juga sempat menyampaikan berbagai kelebihan MK dibanding lembaga lain. Meski baru sekira dua bulan bertugas sebagai Hakim Konstitusi, Arief mengatakan sudah merasakan modernitas kinerja MK. “MK itu lembaga modern. Jadi hakim-hakim MK itu diberikan summary berita-berita yang ada di berbagai media sehingga memudahkan hakim-hakim MK. Saya ini setiap hari disediakan 12 koran loh,” ungkap Arief.
Kemudian Arief mengungkit soal amandemen UUD NKRI 1945. Arief mengatakan sebenarnya perubahan UUD 1945 tidak berlangsung sebanyak empat kali, tetapi hanya sekali. Namun, dalam satu kali perubahan itu ada empat tahapan perubahan yang dilakukan pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. “Di luar masih banyak yang salah memahami,” ujar Arief.
Selanjutnya Arief menjelaskan bahwa dalam perubahan UUD 1945 terjadi perubahan dalam sistematika UUD 1945. Bila sebelumnya UUD 1945 terderi dari bagian pembukaan, batang tubuh, dan pasal-pasal, setelah perubahan UUD 1945 hanya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal. Namun, Arief buru-buru menjelaskan bahwa tidak ada yang dibuang. Bagian penjelasan misalnya, bila bernilai konstitutif akan dimasukkan ke dalam pasal yang dijelaskannya. Lalu, bila tidak bernilai konstitutif akan dibuatkan UU baru. Dalam kesempatan ini Arief juga menjelaskan hal lainnya seputar fungsi dan kewenangan MK. Di akhir pertemuan itu Arief mendapat kenang-kenangan dan berfoto bersama dengan Para Mahasiswa Universitas Yos Sudarso Surabaya. (Yusti Nurul Agustin)