Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang dimohonkan oleh Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Yayasan Kampus Diakonia Modern, dan Yayasan Elsafan, dan beberapa lembaga independen lainnya yang kesemuanya berjumlah 12, Rabu (19/6). Pada sidang kali ini kuasa hukum Para Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan dalam permohonannya.
Kuasa Hukum Para Pemohon, Yunita mengatakan pihaknya sudah melakukan perubahan sesuai saran hakim pada sidang pendahuluan. Perubahan pertama yakni dihapusnya Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan sebagai norma yang diuji. “Karena telah diputus sebelumnya, Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan kami hapus,” jelas Yunita.
Selain itu perbaikan permohonan terjadi pada poin kerugian konstitusional yang diderita Para Pemohon. Poin tersebut menurut Yunita sudah dimasukkan dalam posita permohonan sesuai saran panel hakim pada sidang sebelumnya.
Namun, Yunita menegaskan kliennya tidak menghapus norma pada Pasal 90 UU administrasi Kependudukan dalam permohonan. Pasalnya, menurut Yunita norma terkait sanksi administrasi masih belum jelas dinyatakan dalam putusan MK sebelumnya. “Lalu mengenai sanksi administrasi denda, kami masih cantumkan karena dalam putusan sebelumnya belum secara eksplisit diungkapkan karena masih punya arti-arti yang berbeda di masyarakat,” ujar Yunita yang juga mengatakan ada perubahan dalam petitum permohonan kliennya.
Pada sidang sebelumnya Para Pemohon menyatakan gugatan terhadap norma stelsel aktif yang terdapat dalam beberapa pasal dalam UU Administrasi Kependudukan. Para Pemohon menganggap akibat dari asas atau dasar stelsel aktif bagi penduduk menjadikan penduduk diwajibkan melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
“Artinya bahwa negara tidak diberikan mandat atau kewajiban untuk melakukan secara aktif pencatatan sipil bagi penduduk atau warga negaranya. Selain itu juga dampak dari asas stelsel aktif bagi penduduk ini terlihat dari Pasal 4 Undang-Undang Adminduk yang menyatakan warga negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana pencatatan sipil setempat atau kepada pemerintah perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Jadi, sangat in-line sekali di situ. Masyarakat atau warga negara yang harus aktif, walaupun warga negara tersebut berada di wilayah di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelas Kuasa Hukum Pemohon, Apong pada sidang pendahuluan yang digelar Rabu (5/6). (Yusti Nurul Agustin)