Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) yang dimohonkan oleh CV Pemuda Mandiri Sejati, Selasa (18/6). Pada sidang pendahuluan ini Kuasa Hukum Pemohon menyampaikan pokok-pokok pemohonan kliennya yang pada pokoknya meminta Mahkamah menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan bertentangan dengan UUD 1945.
Kuasa Hukum Pemohon, Victor Santoso Tandiasa dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa pemerintah memiliki gerakan kewirausahaan nasional yang ditujukan untuk mahasiswa. Penyelenggara perdana program tersebut menurut Victor adalah Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul yang di kemudian hari memacu mahasiswa universitas tersebut membentuk satu badan usaha bernama CV Pemuda Mandiri Sejati.
Setelah berdiskusi dengan beberapa pihak, Victor menjelaskan Pemohon merasa ada kelemahan dalam UU Kepailitan, terutama pada Pasal 2 ayat (1) yang berisikan syarat kepailitan. “Yang seperti kita ketahui memang pada awalnya pada saat undang-undang itu dirumuskan memang itu untuk melindungi bank pada saat bank sedang mengalami krisis, melindungi bank dari debitor nakal. Kemudian dalam perkembangannya, dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut memiliki unsur-unsur atau hal-hal yang dapat merugikan kami Pemohon, yakni hak konstitusi Pemohon dalam menjalankan usaha. Karena, kita melihat di situ begitu mudah dan sederhananya pihak kreditor untuk melakukan (menyatakan, red) pailit terhadap debitor,” jelas Victor yang mengaku tergabung dalam Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK).
Lebih lengkapnya, Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan berbunyi sebagai berikut.
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohnannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”
Sesuai dengan ketentuan, panel hakim wajib memberikan saran pada sidang pendahuluan kepada Pemohon. Saran tersebut dapat dipakai untuk melakukan perbaikan permohonan atau dapat juga tidak dipakai. Anggota Panel Hakim, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memberikan saran agar Pemohon menyempurnakan permohonannya dengan memasukkan identitas Pemohon, kewenangan Mahkamah, legal standing Pemohon, alasan permohonan, hingga petitumnya. Selain itu Maria juga meminta Pemohon kembali menuliskan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon dengan jelas. “Kemudian harus dijelaskan dengan lebih jelas lagi, di mana kerugian konstitusional Anda ya. Karena kalau kita melihat di sini, Anda sebagai apa ya?” jelas Maria.
Saran-saran perbaikan juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat yang menjadi anggota pada sidang kali ini. Keduanya meminta Pemohon kembali menguraikan mengenai legal standing, kerugian yang dialami haruslan seperti yang diatur dalam UUD 1945, dan memperhatikan kembali batu uji yang digunakan. Sebelum menutup sidang, Hamdan mengingatkan agar perbaikan permohonan diserahkan paling lambat 14 hari setelah hari ini ke kepaniteraan MK. “Lewat 14 hari dianggap tidak memperbaiki permohonan ya,” tukas Hamdan sembari menurut sidang. (Yusti Nurul Agustin/mh)