Seperti pada hari-hari sebelumnya, kali ini rombongan datang dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (17/6). Kunjungan yg dihadiri mahasiswa berjaket almamater biru tersebut disambut oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Tidak hanya itu, Arief di tengah-tengah kesibukannya pun menyempatkan diri menyampaikan materi seputar MK.
Arief membuka kunjungan itu dengan menyatakan kegembiraannya karena dapat berjumpa dengan mahasiswa yang hadir. Usai menyampaikan pembukaan yang hangat, Arief pun menyampaikan poin-poin yang hendak ia paparkan di hadapan para mahasiswa dan dosen tersebut. Poin-poin tersebut, antara lain mengenai keberadaan MK di Indonesia, sejarah terbentuknya MK di Indonesia, peran penting MK di Indonesia, dan fungsi sekaligus peran MK dalam kehidupan bernegara di Indonesia.
Arief mengatakan, bahwa dahulu UUD 1945 terlalu simpel, terlalu sedikit norma yang diaturnya, terlalu luas cakupannya, dan mekanismenya diserahkan kepada penyelenggara negara. Padahal, lanjut Arief, penyelenggara negara yang notabene manusia memiliki celah untuk berbuat korup. Celah itu akan semakin membesar ketika kekuasaan atau kewenangan yang diberikan kepada penyelenggara itu begitu besarnya. “Maka terapinya, UUD-nya yang juga harus diubah. Terjadilah perubahan UUD 1945 pertama kali pada tahun 1999 sampai perubahan tahap keempat,” jelas Arief.
Selanjutnya, Arief menjelaskan mengenai arti penting kehadiran MK usai adanya perubahan tersebut. Karena konstitusi adalah hukum tertinggi, maka harus ada lembaga yang menegakkan konstitusi. Tidak seperti sebelum perubahan UUD 1945 yang menjadi konstitusi hukum tertinggi namun tidak ada upaya untuk menegakkannya, untuk menegakkan konstitusi dalam kehidupan bernegara itulah kemudian dibentuk MK. “Dulu, konstitusi itu selalu ditegakkan secara politik, tidak pernah secara hukum. Maka ketika ada masalah antara satu lembaga dengan lembaga lainnya, keputusannya tergantung presiden kala itu sebagai kekuatan politik tertinggi,” papar Arief lagi.
Selain itu, Arief juga mengatakan bahwa MK perlu mengeluarkan ultra petita, yakni putusan yang melebihi dari apa dimohonkan. “Sepanjang hal itu bertujuan untuk menggali dan menemukan keadilan substantif dan diatas semuanya itu, hal itu juga dapat dipandang sebagai bagian dari upaya mencegah terjadinya kekosongan hukum,” tegas Arief. Menurutnya, sebagai pengawal dan penafsir akhir konstitusi, MK berhak sepenuhnya memberikan interpretasi akhir tentang keberadaan sebuah UU.
Arief pun sempat berinteraksi dengan beberapa mahasiswa yang mengajukan pertanyaan kepadanya. Dengan lugas, Arief pun menjawab pertanyaan-pertanyaan para mahasiswa yang dianggapnya sangat berbobot itu. (Utami Argawati/mh)