Hakim Konstitusi Muhammad Alim menerima kunjungan para mahasiswa FISIP Sunan Gunung Djati Bandung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6). Pada kesempatan itu Alim menjelaskan secara panjang lebar mengenai kewenangan maupun kewajiban MK.
“Kewenangan menguji UU terhadap UUD yang diberikan kepada pengadilan, dalam hal ini kepada Mahkamah Konstitusi disebut pengujian oleh pengadilan (judicial review),” kata Alim pada pertemuan itu.
Alim melanjutkan, dalam literatur yang umum beredar, peletak dasar pengujian konstitusional adalah putusan John Marshall selaku Ketua Mahkamah Agung Federal Amerika Serikat dalam Kasus Marbury vs Madison yang diputus pada 1803.
Dikatakan Alim, kewenangan MK berikutnya adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Misalnya kalau terjadi sengketa kewenangan DPR dan DPD karena kedua lembaga tersebut kewenangannya diberikan oleh UUD.
“Dalam setiap perselisihan, semua pihak merasa benar. Meskipun demikian pihak mana yang benar tidak dapat ditentukan oleh para pihak, sebab tentulah kepentingan para pihak yang menjadi ukurannya,” ucap Alim.
Selanjutnya, ujar Alim, MK berwenang memutus pembubaran partai politik, yang hal ini belum pernah dilakukan oleh MK karena belum ada permohonan dari pemerintah. Alim menjelaskan, dahulu Partai Masyumi diminta membubarkan diri oleh Presiden Soekarno. Kemudian Partai Komunis Indonesia dibubarkan oleh Presiden Soeharto.
“Pembubaran parpol dahulu hanya berdasarkan kekuatan politik belaka dan tidak ada proses peradilan. Sekarang, pembubaran parpol harus dimohonkan oleh pemerintah ke Mahkamah Konstitusi untuk disidangkan demi membuktikan benar tidaknya permohonan pemerintah tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan parpol yang bersangkutan dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” papar Alim.
Berikutnya, ungkap Alim, MK berwenang memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD, begitu pula hasil Pemilihan Umum Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah pernah masuk ke MK sejak 2004. Selain itu termasuk perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Perselisihan Hasil Pemilukada yang semula merupakan kewenangan Mahkamah Agung, kemudian dialihkan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi yang secara efektif setelah ada penyerahan perkara oleh Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi sejak 1 November 2008.
Selain memiliki empat kewenangan, sambung Alim, MK punya satu kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD yang biasa disebut impeachment yang berarti ‘pendakwaan’.
“Kata impeachment biasa juga disebut dengan pemakzulan yang dalam bahasa Arab berarti diturunkan. Namun hingga sekarang kewajiban ini belum pernah dilakukan MK karena belum pernah ada permohonan seperti itu,” tandas Alim. (Nano Tresna Arfana/mh)