Saurip Kadi, seorang purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI), mengajukan uji materi tehadap empat undang-undang sekaligus. Menurutnya, beberapa rumusan dalam empat undang-undang yang diujinya telah merugikan hak konstitusionalnya, terutama terkait adanya parliamentary threshold, presidential threshold, pergantian antar waktu (PAW) bagi anggota legislatif, dan keberadaan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat.
Demikian hal tersebut dinyatakan Saurip Kadi dalam sidang pertama Perkara Nomor 56/PUU-XI/2013, Selasa (11/6) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara ini disidangkan oleh Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, dengan didampingi Maria Farida Indrati dan Arief Hidayat.
Ketentuan-ketentuan yang diuji oleh Pemohon yakni Pasal 208 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg); Pasal 3 Ayat (5) dan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres); Pasal 12 huruf e, g, dan h UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol); serta Pasal 80 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Menurut Pemohon, pengaturan tentang ambang batas perolehan suara untuk mendapatkan kursi di parlemen (parliamentary threshold) telah menciderai hak konstitusional rakyat, terutama bagi calon legislatif dan Pemohon sebagai pemilih. Di mana rakyat telah menentukan pilihan dalam bentuk memilih calon legislatif saat Pemilu, namun dalam Pasal 208 UU Pileg penentuan kursi di parlemen (DPR atau DPRD) malah ditentukan berdasarkan pada persentase perolehan suara partai politik, bukan dukungan terhadap caleg itu sendiri. Padahal, menurut Pemohon, melalui Pemilu langsung, rakyat sama sekali tidak ada sangkut paut atau hubungannya dengan partai politik.
“Tegasnya, rakyat dalam Pemilu sama sekali tidak pernah melakukan kontrak sosial dengan partai politik. Lantas darimana asal usul hak, kewenangan, atau otoritas yang membuat keberadaan partai politik serta merta menjadi faktor penentu seorang caleg bisa atau tidak bisa lolos menjadi anggota DPR atau DPRD, sekalipun di daerah pemilihannya ia peraih suara terbanyak,” tegas Saurip Kadi.
Pasal 208 UU Pileg sebgaiamana dipersoalkan Pemohon tersebut selengkapnya berbunyi, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.”
Oleh karena itu Pemohon menilai, perolehan suara atau dukungan terhadap partai politik sebagai syarat dalam menentukan kursi caleg, telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta ketentuan tentang hak asasi manusia (HAM). “Undang-Undang Dasar tidak mengamanatkan itu, hak konstitusional juga tidak ada,” ungkapnya. Sehingga ia berpandangan, hal ini telah nyata-nyata bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 terutama tentang kedaulatan, negara hukum, dan hak asasi manusia.
Begitupula terhadap hak PAW yang dimiliki oleh parpol. Menurut Pemohon, kewenangan Parpol untuk melakukan PAW berdasarkan pada Pasal 12 huruf g dan h UU Parpol, telah menghilangkan hak konstitusional anggota legislatif yang di PAW tersebut. Sehingga dia berpendapat, hal ini merupakan penyelewengan serius terhadap kedaulatan dan hak dasar rakyat sebagaimana diamanatkan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945.
Usai mendengarkan paparan Pemohon, Panel Hakim Konstitusi kemudian memberikan beberapa saran dan nasihat untuk perbaikan permohonan. Achmad Sodiki menuturkan, beberapa ketentuan yang diuji oleh Pemohon, juga telah diuji dalam perkara lainnya, diantaranya ada yang telah diputus dan adapula yang sedang dalam proses pemeriksaan. Untuk itu, Pemohon disarankan untuk mempelajari pula putusan-putusan MK sebelumnya dan mengikuti perkembangan perkara-perkara yang sedang dalam proses. Selanjutnya Pemohon disarankan untuk memperbaiki permohonannya dalam rentang waktu 14 hari ke depan. (Dodi/mh)