Persidangan uji UU No. 18/2003 tentang Advokat - Perkara No. 26/PUU-XI/2013 - kembali digelar pada Selasa (11/6) siang. Sidang pada kesempatan ini mengagendakan keterangan dari Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) terhadap Pasal 16 UU Advokat mengenai perlindungan yang sama seharusnya didapatkan oleh advokat dan pemberi bantuan hukum.
Pada kesempatan itu, PERADI diwakili kuasa hukumnya Sutrisno. Dikatakan Sutrisno, ketentuan Pasal 16 UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945 apabila tidak dimaknai bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan profesinya, untuk kepentingan pembelaan klien di dalam dan luar sidang pengadilan.
“Menyatakan ketentuan Pasal 16 UU No. 18/2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien hanya dalam sidang pengadilan,” urai Sutrisno.
Sutrisno melanjutkan, sesuai Pasal 5 Ayat (1) UU No. 18/2003, profesi advokat berstatus atau berkedudukan sebagai penegak hukum (legal enforcer) yang bebas dan mandiri. Selain itu, dari UU Advokat dan UU No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum dapatlah disimpulkan bahwa ruang lingkup pekerjaan, baik advokat maupun pemberi bantuan hukum berkedudukan sebagai penegak hukum.
Di samping itu, lanjut Sutrisno, advokat sudah seharusnya mendapatkan perlindungan atau jaminan dalam melaksanakan tugasnya dengan itikad baik mendapatkan perlindungan hukum di luar sidang. Sementara pemberi bantuan hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat dituntut baik pidana maupun perdata, baik di dalam maupun luar sidang.
“Selain itu, Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945 sebagai dasar utama untuk melihat dan/atau menentukan kerugian konstitusional advokat, untuk jaminan atau perlindungan menjalankan profesi di luar pengadilan,” tambah Sutrisno.
Sementara itu, KAI dengan kuasa hukumnya Zakirudin Chaniago mengatakan bahwa sudah jelas tugas pokok dan fungsi advokat dan pemberi bantuan hukum itu setali tiga uang, artinya sama saja satu dengan lainnya.
“Sepengetahuan kami, baik UU No. 18/2003 maupun UU No. 16/2011 keduanya berasal dari inisiatif Pemerintah cq Depkum dan HAM. Maka cukup dasar dan alasan hukum apabila permohonan Pemohon dalam perkara a quo untuk menuntut agar jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil diberikan pada advokat. Tidak hanya dalam sidang pengadilan, tetapi juga di luar sidang pengadilan,” papar Zakirudin.
Ditambahkan Zakirudin, sangatlah tidak adil apabila terhadap advokat hanya diberikan jaminan dan perlindungan hukum saat membela kliennya dalam sidang. Sebaliknya, bagi pemberi bantuan hukum, ternyata jaminan dan perlindungan hukum dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun luar sidang pengadilan.
“Disadari atau tidak, adanya perbedaan frasa sidang pengadilan tentang profesi advokat dengan pemberi bantuan hukum, menimbulkan kesan seolah tugas profesi advokat berada di bawah pemberi bantuan hukum. Padahal sejatinya kedua profesi itu ibarat dua sisi mata uang atau setali tiga uang,” tandas Zakirudin kepada pimpinan sidang, Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar yang didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Sebagaimana diketahui, Pemohon adalah Rangga Lukita Desnata dkk. Menurut Pemohon, berlakunya Pasal 16 UU Advokat yang hanya memberikan pengakuan dan perlindungan di dalam sidang pengadilan untuk tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana menimbulkan ketidakpastian hukum kepada Para Pemohon.
Dalil Pemohon lainnya, potensi kerugian hak konstitusional bagi Para Pemohon sangatlah mendasar, karena terdapat rekan advokat Para Pemohon yang langsung ditetapkan tersangka oleh kepolisian saat menjalankan profesi di luar sidang pengadilan tanpa mekanisme internal organisasi advokat. (Nano Tresna Arfana/mh)