Perwakilan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan tanggapan atas pengujian Undang-Undang tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dalam persidangan Rabu (5/6) di Ruang Sidang Pleno MK.
Hadir pada kesempatan tersebut Anggota DPR Ruhut Poltak Sitompul. Dalam keterangannya, Ruhut menyampaikan bahwa keterlibatan DPR dalam penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan perwujudan dari Pasal 20A ayat (1) serta Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. “Maka pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab serta sesuai dengan aturan pokok yang telah ditentukan dalam UUD 1945,” tegasnya.
Disamping itu, kata Ruhut, keterlibatan DPR dalam penentuan APBN yang dibahas bersama Presiden juga dalam rangka mewujudkan efektifitas pengelolaan anggaran negara. Oleh karenanya, DPR membentuk alat kelengkapan dewan (AKD) yang mendukung fungsi anggaran dalam menyusun APBN.
“Pembentukan AKD harus lebih baik dan profesional baik dari segi kualitas maupun kedudukan yang ada dalam struktur alat kelengkapan DPR. Penguatan dimaksud dilakukan dengan mengubah nomenklatur panitia anggaran yang secara harfiah lebih bersifat atau paling tidak bermakna sementara menjadi badan anggaran yang lebih bersifat institusi yang tetap,” paparnya.
Sementara itu, penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran (Banggar) menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang sesuai Pasal 105 ayat (1) UU MD3, ujar Ruhut, diatur dalam rangka memperkuat pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab yang bertujuan untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat sebagaimna diatur dalam Konstitusi.
Senada dengan pendapat DPR tersebut, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Politik, Hukum, dan Antar Lembaga Reydonnyzar Moenek, mengutarakan bahwa keterlibatan DPR dalam pembahasan APBN merupakan pelaksanaan dari fungsi DPR sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945. “Pada hakikatnya merupakan hak budget DPR guna menjamin bahwa RAPBN yang diajukan pemerintah telah sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945,” katanya.
Reydonnyzar menyatakan, pembahasan RAPBN merupakan pembicaraan yang bersifat strategis dalam penyusunan anggaran negara untuk mewujudkan tujuan bernegara. Di mana pembahasannya telah mempertimbangkan masukan seluruh komisi yang ada di DPR. “Secara prinsip, dalam melaksanakan tugasnya banggar hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi,” ucapnya.
Dalam hal terjadinya pemblokiran, lanjut Reydonnyzar, hal ini biasanya terjadi karena alasan yang bersifat teknis, karena kadang pemerintah baru dapat menyampaikan kegiatan dari garis besar dan belum menyampaikan rincian kegiatan secara detil. “Terjadinya pemblokiran merupakan persetujuan bersyarat terhadap suatu alokasi anggaran,” tukasnya.
Menurutnya, pencantuman tanda bintang dapat dipertanggungjawabkan oleh DPR dari sisi legislatif. Di mana hal ini tidak mengurangi kewenangan DPR untuk melakukan pengawasan, sedangkan dari sisi eksekutif memberikan jaminan pendanaan sehingga penyelenggaraan pemerintahan tidaklah terhambat. (Dodi/mh)