Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang diwakili Boyamin Saiman menggugat ketentuan Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan, yang mengatur polisi yang melakukan penangkapan dan penahanan terhadap jaksa yang terlibat kasus pidana harus mendapat izin dari jaksa agung.
Dalam sidang yang berlangsung pada hari Rabu (5/05/2013) dalam perkara nomor 55/PUU-XI/2013, Ketua MAKI Boyamin menjelaskan kepada Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar bahwa pasal yang yang dimohonkan untuk diuji tersebut kerap dijadikan tameng oleh jaksa yang terlibat dalam beberapa kasus pidana untuk tidak memenuhi panggilan polisi dalam proses pemeriksaan.
Boyamin menambahkan, ketentuan yang berbunyi “Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jaksa diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung” juga menimbulkan diskriminasi karena telah membedakan antara warga negara dengan jaksa di hadapan hukum. Menurutnya, ketentuan tersebut telah menjadikan jaksa kebal hukum karena tidak dapat dipanggil, ditahan dan ditangkap kepolisian.
Boyamin mengungkapkan, Antasari ketika ditangkap adalah seorang jaksa yang ditugaskan ke KPK dan terpilih sebagai ketua, namun pada saat penangkapan itu tidak ada izin dari Jaksa Agung sehingga proses penakapan tersebut cacat hukum. Ditambahkan Boyamin, permohonan ini juga didasari oleh putusan MK mengenai izin presiden terhadap kepala daerah yang terlibat kasus pidana, serta putusan MK dalam perkara No. 49/PUU-X/2012, dimana MK memutus seorang notaris dapat dipanggil polisi tanpa harus meminta persetujuan Dewan Pengawas Daerah organisasi profesi notaris tersebut.
Terhadap permohonan tersebut, ketua MK Akil Mochtar memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperjelas kedudukan hukumnya, terutama mengenai kedudukan hukum Antasari. Akil menilai Antasari yang saat itu sedang ditugaskan ke KPK menunjukkan yang bersangkutan tidak sedang dalam tugas sebagai jaksa, karena ketua KPK adalah mandiri, tidak mewakili institusi asalnya. Selain itu, Akil mengatakan, “seorang jaksa kan harus dilindungi dalam menjalankan tugas agar tidak mudah ditekan.”
Sementara Hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan, kerugian yang dialami Antasari karena tidak dipergunakannya pasal tersebut, dan pasal ini bertujuan untuk melindungi jaksa dalam melaksanakan tugasnya. Anwar memberikan nasihat agar Pemohon dapat membuat argumentasi kaitan antara kerugian konstitusional Pemohon dengan pasal yang diuji.
Melengkapi nasihat yang telah disampaikan dua hakim lain, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyatakan Pemohon harus mampu menunjukkan kedudukan hukum Pemohon dalam perkara ini dan kaitannya dengan kerugian konstitusional yang timbul akibat berlakunya ketentuan itu. Fadlil menilai justru kedudukan hukum MAKI sebagai LSM yang perhatian dalam penegakan hukum dan keadilan lebih dapat diterima, namun menurutnya hal itu masih harus diperbaiki, agar permohonan tersebut menjadi lebih baik dan sempurna.
Sebagai informasi, Andi Syamsuddin, kakak dari direktur PT Rajawali Putra Banjaran, (alm.) Nasrudin Zulkarnaen turut menjadi Pemohon dalam perkara tersebut. (Ilham/mh)