Mahkamah Konstitusi menerima kunjungan Direktur Jenderal Multirateral Kementerian Luar Negeri dalam rangka audiensi permohonan pertemuan Mrs. Raquel Rolnik selaku Special Rapporteur on Adequate Housing PBB bersama rombongannya dari Kemenlu. Kunjungan mereka diterima langsung oleh Ketua MK M. Akil Mochtar yang didampingi oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar di 15 Gedung MK.
“Kami ditunjuk langsung oleh PBB untuk melakukan investigasi atau mengecek mengenai hak warga masyarakat atas perumahan layak dan hak masyarakat adat,” ujar Raquel Rolnik.
Raquel mengatakan, bahwa ia tinggal di Indonesia hanya 13 hari dan sekarang sudah 6 hari dia di Indonesia dengan tujuan melakukan investigasi terhadap perumahan layak bagi warga Indonesia. Dan tujuan ia datang ke MK adalah mengetahui secara langsung dari hakim konstitusi tentang putusan MK terhadap hak atas tanah atas nama adat.
Menanggapi pernyataan tersebut, Akil mengatakan bahwa MK pernah memutus undang-undang terkait beberapa hak masyarakat adat. Antara lain, yang pertama adalah memutus Undang-Undang mengenai Wilayah Pesisir. Dimana dalam putusan MK terhadap undang- undang tersebut adalah memberikan hak masyarakat pesisir untuk melakukan pekerjaan mencari kehidupan sebagai nelayan dan tidak memberikan hak kepada investor yang akan melakukan bisnis di daerah pesisir. “MK memutuskan memberikan hak kepada masyarakat pesisir yakni para nelayan, untuk melakukan pekerjaan dan mencari kehidupan yang layak,” ujarnya.
Putusan MK yang kedua adalah tentang Undang-Undang Kehutanan, dimana dalam putusannya MK mengakui masyarakat adat untuk mengelolah hutan adat dengan sejalan terhadap hak-hak masyarakat adat itu sendiri.
Selain itu, akil juga menjelaskan tentang kewenangan MK yang dapat menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dan menguji tentang sengketa kewenangan lembaga negara. MK juga memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum, baik PHPU Presiden dan Wakil Presiden maupun PHPU Kepala Daerah dan yang terakhir MK dapat memutus pembubaran partai politik. Dan dalam kewajibannya MK harus memberikan putusan terhadap pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Akil juga menambahkan, bahwa siapa saja warga negara indonesia, badan hukum publik hingga masyarakat adat, dapat mengajukan sutau perkara ke MK, tanpa adanya larangan atau hambatan. “Siapa saja bisa mengajukan kasus atau suatu perkara ke MK, baik perseorangan indonesia, badan hukum publik, hingga masyarakat adat,” tegas Akil.
Sementara dalam pertanyaan yang diajukan oleh Raquel Rolnik kepada MK terkait perumahan yang layak untuk masyarakat indonesia, Akil menjawab, bahwa MK juga pernah memutus permasalahan batas minimal perumahan bagi warga. Dan putusannya MK membatalkan peraturan yang menentukan batal minimal perumahan layak bagi warga tersebut.
“MK memutuskan bahwa batas minimal suatu perumahan yang layak tidak lagi 36 meter persegi, melainkan bisa dibawahnya. Hal ini dilihat dari segi ekonomi masyrakat indonesia yang kurang mampu. Sehingga MK memutuskan untuk menolak permohonan pemohon tersebut,” ungkap Akil kepada Pelopor Khusus PBB tersebut.
Sebelum mengakhiri perbincangan tersebut, Akil mengatakan bahwa putusan MK ketika diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum adalah final dan mengikat. Semua pengadilan yang ada di Indonesia harus mengacu kepada putusan MK. Baik pemerintah maupun siapa saja warga negara Indonesia, juga wajib mematuhi dan menjalankan putusan dari MK.(Panji Erawan/mh)