Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menerima kunjungan sebanyak lima puluh mahasiswa dan pengajar pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Senin (3/06/2013) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Ikut serta dalam rombongan tersebut sejumlah mahasiswa asing yang mengikuti pendidikan Program Pasca Sarjana FHUI.
Dalam pemaparannya, Maria menjelaskan kewenangan MK untuk menguji Undang-Undang (UU) terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus persilihan hasil pemilihan umum (pemilu) dan pemilu kepala daerah (pemilukada), menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik dan pemakzulan presiden.
Guru Besar FHUI itu menerangkan kepada para mahasiswa, dalam penanganan pengujian UU, MK selalu memberitahu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden selaku pembentuk UU dan memberitahukan Mahkamah Agung (MA) agar perkara yang terkait UU yang sedang diuji di MK untuk dihentikan pemeriksaannya hingga MK memberikan putusan terhadap pengujian UU tersebut, pemberitahuan kepa MA dimaksudkan agar ada kepastian hukum bagi MA dalam menangani perkara terkait dengan UU yang tengah diuji oleh MK. Diungkapkan Maria, MK saat ini menjadi lembaga pendidikan tidak formal dari pengacara-pengacara muda dalam beracara, dan banyak dari mereka yang berdiri sendiri setelah memiliki pengalaman di MK.
Menjawab pertanyaan salah satu peserta mengenai calon anggota legislatif atau pun kepala daerah yang tersangkut dengan gerakan separatisme di daerah, Maria menanggapi, kalau hal tersebut tidak disinggung oleh UU jangan mencari-cari perkara, jawaban Maria tersebut disambut tawa peserta. Ditegaskan olehnya, MK pun dalam putusannya menyatakan mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau pun anak dari mantan anggota PKI tetap dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau pun kepala daerah.
Menyinggung mengenai putusan MK dalam perkara pemilukada, Maria menjelaskan sudah biasa jika ada yang marah terhadap putusan MK dalam sengketa pemilukada, dan biasanya dilontarkan oleh pihak yang kalah dalam sidang. Masih tentang pemilukada, Maria mengungkapkan, saat ini banyak yang pemohon yang mempersoalkan proses pelaksanaan pemilukada, dan hanya beberapa yang mempersoalkan pelanggaran dalam penghitungan suara.
Diungkapkan wanita kelahiran Surakarta itu, MK baru saja memutus sengketa pemilukada Palembang dimana pemohon mempersoalkan kesalahan penghitngan suara. Dijelaskan olehnya, dalam sengketa pemilukada Kota Palembang itu pemohon mempersoalkan selisih enam suara yang dinilai merupakan hasil rekayasa, setelah MK melakukan penghitungan ulang dengan menghadirkan kotak suara dalam persidangan, ditemukan fakta bahwa pemohon justru unggul 23 suara.
Ditanya mengenai putusan ultra petita MK terhadap kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi hakim MK yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh MK, menurutnya hakim MK adalah hakim juga, seharusnya juga dapat diawasi oleh KY, namun itu merupakan putusan MK yang harus tetap dijalankan. Ditegaskan Maria, MK memang tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan lembaga lain untuk melakukan eksekusi putusan MK, namun demikian, setiap putusan MK harus dipatuhi dan jalankan oleh seluruh lembaga dan masyarakat, karena putusan MK yang final dan mengikat. (Ilham/mh)