Samady Singarimbun, Pemohon dalam perkara pengujian Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, melalui kuasa hukumnya Tonin Tochta Singarimbun, menyatakan telah memperbaiki permohonannya. Hal ini diungkapkan dalam Sidang Perbaikan Permohonan No. 44/PUU-XI/2013, Kamis (30/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Tonin, Pemohon telah memperbaiki permohonan tertulis berdasarkan saran dan nasihat Panel Hakim Konstitusi pada persidangan sebelumnya. Kami sudah melakukan perbaikan struktur, mengenai kedudukan hukum, kewenangan Mahkamah Konstitusi sudah kami sesuaikan sebagaimana semestinya,” ujarnya.
Selain itu, Tonin juga menyatakan telah memperbaiki petitum permohonannya. “Kami ada membuat perubahan dalam petitum. Kami merubah petitumnya menjadi nomor satunya tetap. Nomor duanya menyatakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasnnya, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai dapat diterapkan kepada aparatur pemerintah/negara karena jabatan, kekuasaan, tugas, dan/atau perintah,” tuturnya.
Untuk diketahui, Pasal 2 ayat (1) yang diuji oleh Pemohon tersebut berbunyi, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Adapun penjelasannya menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata ‘dapat’ sebelum frasa ‘merugikan keuangan atau perekonomian negara’ menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.” (Dodi/mh)