Sidang perbaikan permohonan PUU No. 15/2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan UU No. 2/2011 tentang Partai Politik--Perkara No. 45/PUU-XI/2013--digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (28/5) pagi di Ruang Sidang MK. Pemohon adalah Sefriths E.D. Nau dan Haeril, dengan kuasa hukumnya Marthens Manafe, SH. dkk. Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.
Dalam persidangan, Marthens Manafe selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan beberapa hal dalam permohonannya yang telah mengalami perubahan. Di antaranya adalah mengenai kewenangan MK, perbaikan legal standing, alasan dan latar belakang diajukannya pengujian undang-undang.
Sedangkan dalil-dalil permohonan lainnya, tidak mengalami perubahan berarti. Misalnya, mengenai kewenangan KPU memverifikasi syarat formal keanggotaan partai politik bakal calon anggota legislatif peserta Pemilu 2014 yang berlebihan. Menurut Pemohon, menjadi hal yang berlebihan ketika kewenangan KPU untuk memverifikasi tersebut diperluas melalui Pasal 21 ayat (1) pedoman teknis a quo sehingga mendeterminasi wewenang Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.
Dijelaskan Marthens, materi pedoman teknis a quo juga secara material tidak taat asas sebagaimana dimaksud oleh Pasal 6 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, yaitu tidak mencerminkan asas keadilan, mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
Berikutnya, dalil Pemohon yang tidak mengalami perubahan, adalah implementasi kewenangan KPU berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 dalam bentuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota cenderung menitik beratkan perwujudan keadilan prosedural.
“Baiklah, saya pikir cukup karena tidak ada perubahan dan nanti hakim akan baca semua. Kemudian mengenai petitum-nya, apakah ada perubahan?” tanya Hamdan Zoelva.
Marthens membenarkan ada perubahan dari petitum yang diajukan pada persidangan sebelumnya. Pemohon memohon kepada Majelis Hakim agar menerima dan mengabulkan seluruh permohonan, menyatakan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU No.15/2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu adalah konstitusional sepanjang berkualifikasi dengan syarat dan cara: antara lain tidak mencampuri, mengambil-alih wewenang parpol nonpeserta pemilu untuk memberhentikan anggotanya sebagai anggota parpol a quo maupun sebagai anggota DPRD; b. tidak mencampuri dan atau memberhentikan anggotanya
Di akhir pembacaan petitum Pemohon, Majelis Hakim memberikan saran. “Ada yang kurang dari petitum Saudara. Pertama, menyatakan inkonstitusional atau konstitusional bersyarat. Kedua, menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dua unsur ini harus ada. Sebelumnya kami sudah jelaskan, coba pelajari contoh-contoh permohonan,” kata Hamdan Zoelva.
Selanjutnya, Majelis Panel akan melaporkan pada Rapat Permusyawaratan Hakim untuk menentukan apakah perkara ini akan dilanjutkan untuk mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah, atau bisa juga langsung perkara ini diputus.. (Nano Tresna Arfana/mh)