Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Ali Nafiah Harahap beserta beberapa dosen dan mahasiswa berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Senin (27/5) siang. Mereka diterima oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan Wiryanto di Ruang Konferensi Lantai 4, Gedung MK.
Tujuan kunjungan ini, kata Ali Nafiah, antara lain dalam rangka meningkatkan pemahaman dosen dan mahasiswa terhadap Pancasila, Konstitusi, dan MK; mengembangkan materi perkuliahan khususnya tentang hukum acara MK bagi mahasiswa; dan membangun kerja sama dengan MK, baik dalam penerbitan jurnal maupun kegiatan-kegiatan lainnya.
Pada kesempatan tersebut, Wiryanto memberikan kuliah singkat kepada Ali beserta rombongan. Ia menjelaskan berbagai hal terkait Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Diantaranya penjelasan singkat tentang teori konstitusi, sejarah konstitusi Indonesia, sejarah pembentukan MK, dan perkembangan putusan-putusan MK.
Wiryanto mengungkapkan, ide pembentukan MK di Indonesia dilatarbelakangi oleh perkembangan pemikiran dan praktik di berbagai negara. Di mana, pada saat dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pasca reformasi 1998, dirumuskanlah MK dalam Pasal 24C.
“Indonesia tercatat sebagai negara ke 78 yang membentuk mahkamah konstitusi, dan sebagai negara pertama yang membentuk MK di abad ke 21,” ujar Wiryanto. Dia juga menginformasikan bahwa hari lahir MK Indonesia adalah tanggal 13 Agustus 2003 yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Selanjutnya, Wiryanto juga menjelaskan tentang kewenangan MK berdasarkan Pasal 24C UUD 1945. Menurutnya, dalam melaksanakan kewenangannya, MK selalu berupaya untuk menegakkan hukum progresif demi terwujudnya keadilan substantif. Di mana hukum tidak hanya dilihat secara normatif, tapi juga dilihat secara menyeluruh dan komprehensif. “Hukum progresif dapat ditemui dalam putusan-putusan MK, khususnya dalam pengujian undang-undang dan PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) kepala daerah,” katanya.
Wiryanto kemudian menjelaskan beberapa substansi putusan MK dalam pengujian undang-undang, seperti dalam pengujian UU Migas yang berujung pada pembubaran BP Migas, putusan MK terkait hak konstitusional warga negara yang dicap sebagai keturunan PKI, dibukanya calon independen dalam Pemilukada, penentuan calon legislatif berdasarkan suara terbanyak, penggunaan KTP dalam Pemilu, serta diperintahkannya pemungutan dan penghitungan ulang dalam Pemilukada Jawa Timur. (Dodi/mh)