Hakim Konstitusi Muhammad Alim menerima kunjungan studi sebanyak 32 mahasiswa Ahwalul Syakhsyiyyah atau Fakultas Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Salatiga, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (27/05/2013).
Kepada para mahasiswa, Muhammad Alim menjelaskan bahwa hukum dan keadilan merupakan sesuatu yang berbeda. Menurut pria kelahiran Bugis ini bahwa hukum itu menyamaratakan, sementara keadilan tidak boleh menyamaratakan. Terhadap perbedaan tersebut, Alim memberikan contoh, hukum menentukan ancaman hukuman yang sama untuk tindak pidana pencurian. Namun dari sisi keadilan, seseorang yang mencuri karena lapar tidak boleh disamakan hukumannya dengan orang yang mencuri karena ingin menambah hartanya.
Lebih lanjut Alim menjelaskan kedudukan lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden dan MK yang kedudukannya sejajar. Oleh sebab itu, MK dalam hal pengujian Undang-Undang (UU) yang disusun oleh DPR bersama Presiden hanya menyatakan bertentangan atau tidak dengan konstitusi. Jika UU bertentangan maka akan dinyatakan tidak mengikat. Menurut Alim, mekanisme tersebut merupakan konsekuensi dari Indonesia sebagai negara demokrasi berdasar konstitusi.
Menanggapi pertanyaan salah satu peserta mengenai penanganan perkara di MK, Alim menjelaskan hingga saat ini tidak ada satu kendala ataupun intervensi terhadap MK dalam menangani perkara. Menyinggung penanganan perkara sengketa pemilihan umum (Pemilu) dan pemilu kepala daerah (Pemilukada), Alim menyatakan MK telah memaknai bahwa sengketa hasil Pemilu atau Pemilukada tidak hanya sekedar persoalan penghitungan suara semata, melainkan juga proses pelaksanaannya yang memengaruhi hasil para kandidat.
Menjawab pertanyaan mengenai cara beracara di MK, Alim menegaskan beracara di MK tidak dipungut biaya sama sekali, dan setiap advokat atau siapapun dapat menjadi kuasa hukum tanpa harus bergabung dalam organisasi profesi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). (Ilham/mh)