Para guru Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMP Sidoarjo melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (10/5) pagi. Kedatangan mereka diterima oleh Panitera Muda II MK Muhidin di lantai 4 Gedung MK
“Mahkamah Konstitusi setara dengan lembaga-lembaga negara lain dalam konstitusi, di antaranya Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,” kata Muhidin kepada 41 guru yang hadir beserta Ketua MGMP PKn SMP Sidoarjo Suparman.
Muhidin melanjutkan, kesetaraan MK dengan lembaga-lembaga negara lain terkait dengan teori pembagian kekuasaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang disebut dengan the separation of power atau distribution of power. Kekuasaan Indonesia terbagi atas kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Mahkamah Konstitusi yang berperan dalam bidang yudikatif. Namun Mahkamah Konstitusi tidak sendiri, tapi bersama Mahkamah Agung,” ujar Muhidin.
Dikatakan Muhidin lagi, kekuasaan yudikatif di Indonesia dijalankan oleh Mahkamah Agung beserta badan-badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, seperti peradilan agama, peradilan tata usaha negara, peradilan umum, peradilan militer. Kekuasaan yudikatif juga dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Yang membedakan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung adalah kewenangannya atau kompetensinya. Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final mengenai perkara-perkara konstitusional. Ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan suatu perkara, maka selesailah proses perkara. Putusan tersebut langsung mengikat sejak putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Selain itu tidak ada upaya hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, baik berupa banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Itulah keunikan Mahkamah Konstitusi,” urai Muhidin.
Lebih lanjut Muhidin menjelaskan bahwa MK tidak semata-mata menegakkan keadilan berdasarkan peraturan perundang-undangan, tetapi MK hendak menegakkan keadilan substantif. Misalnya, terkait kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil Pemilu termasuk Pemilukada. MK tidak hanya mengadili hasil angka-angka perolehan para pasangan calon dalam Pemilukada.
“Kalau tugas MK itu saja, berarti MK hanya bertugas mengkalkulasi. Malah nanti ada orang yang mengatakan MK sebagai singkatan dari Mahkamah Kalkulasi. Padahal yang harus dilihat MK adalah masalah keadilannya, apakah dalam proses pelaksanaan Pemilukada tersebut sudah benar-benar memenuhi rasa keadilan?” ucap Muhidin.
Dalam kesempatan itu Muhidin juga menerangkan kewenangan dan kewajiban MK, mulai dari kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum maupun Pemilukada, termasuk kewajiban MK memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan / atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)