Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan yang diajukan Pasangan Calon Havter-M Tohir Hamzah, dalam sidang pengucapan putusan perkara Sengketa Pemilukada Kabupaten Lamandau, Rabu, (8/05/2013).
Havter-Tohir selaku Pemohon dalam perkara nomor 41/PHPU.D-XI/2013 ini menggugat Berita Acara (BA) Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Lamandau Nomor 173/BA/IV/2013 bertanggal 11 April 2013, yang dinilai dihasilkan dari proses Pemilukada yang penuh dengan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM), yang dilakukan oleh Pihak Terkait, Pasangan Calon Petahana Marukan Hendrik-Sugiyarto, bersama dengan Termohon dalam perkara ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Lamandau.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Pihak Terkait dan Termohon, antara lain dihalanginya pemilih untuk menggunakan haknya, pengerahan Pegawai Negeri Sipil (PNS), politik uang, dan keberpihakan KPU serta panitia pengawas pemilu (Panwaslu) kepada petahana Marukan-Sugiyarto, shingga merugikan Pemohon Pasangan Havter-Tohir.
Terhadap dalil-dalil tersebut, MK berpendapat, tudingan tentang adanya pelanggaran yang dilakukan KPU Lamandau dengan menghalangi-halangi pemilih untuk memberikan hak suaranya di daerah kantong pendukung Pemohon, karena tidak memiliki kartu pemilih dan surat undangan untuk memilih, MK menilai dalil tersebut tidak terbukti menurut hukum. Hal demikian dikarenakan berdasar bukti dan keterangan para saksi dalam persidangan ditemukan fakta bahwa pemilihan yang tidak memiliki kartu pemilih maupun surat undangan untuk memilih, tetap dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga kepada petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Menurut MK, kalau pun ada pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilihanya, hal itu hanya bersifat sporadis dan kasuistis.
Terhadap dalil Havter-Tohir tentang adanya mobilisasi PNS untuk mendukung Pasangan Petahana Marukan-Sugiyarto, berdasarkan fakta-fakta, bukti surat serta keterangan saksi di persidangan, tidak ada bukti yang cukup meyakinkan Mahkamah bahwa kegiatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamandau yang melibatkan Pihak Terkait sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lamandau dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif sebagai usaha untuk memenangkan Pihak Terkait dalam Pemilukada atau setidaknya memengaruhi hasil akhir dari Pemilukada.
Lebih lanjut terhadap persoalan intimidasi terhadap PNS, ancaman pembubaran Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 Batang Kawa, dan ancaman kepada warga untuk tidak mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Desa Mengkalang apabila Pihak Terkait kalah, yang dilakukan oleh Tim Sukses Petahana Marukan-Sugiyarto, berdasar keterangan saksi-saksi dalam persidangan ancaman tersebut tidak terbukti, dan SMP 2 Batang Kawa tetap melakukan aktifitasnya seperti biasa meski petahana mengalami kekalahan di desa Mengkalang. Demikian pula terhadap persoalan politik uang yang didalilkan pemohon, MK menilai dalil-dalil pemohon tersebut tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum telah terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif.
Walaupun menurut MK pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang didalilkan Pemohon tidak terbukti terjadi secara sistematis, terstruktur, dan massif, yang secara signifikan memengaruhi hasil perolehan suara para pasangan calon pada Pemilukada Lamandau Tahun 2013, namun tidak menutup kemungkinan bagi setiap pelanggaran tersebut seperti politik uang, intimidasi kepada pemilih maupun PNS, serta ketidaknetralan aparat pemerintah untuk tetap diselesaikan baik secara pidana maupun secara administrasi.
Dengan putusan tersebut, maka putusan KPU Lamandau yang menetapkan Petahana Marukan-Sugiyarto sebagai pasangan calon terpilih telah sah menurut hukum. (Ilham/mh)