Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang tentang Rumah Sakit yang dimohonkan oleh Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, Selasa (7/5). Sidang kali ini mengagendakan perbaikan permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon, Syaiful Bahri hadir dan menyampaikan perbaikan permohonan yang sudah dilakukan. Syaiful mengatakan telah menambah alasan-alasan permohonan dan menambahkan Rumah Sakit Muhammadiyah lainnya di berbagai wilayah di Indonesia yang juga dirugikan dengan UU Rumah Sakit.
“Menyangkut Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit, kami memberikan alasan bahwa ketentuan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 UUD 1945 karena mereduksi hak konstitusional Pemohon sebagai persyarikatan yang telah mempunyai status badan hukum yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku karena mewajibkan Pemohon membentuk badan hukum khusus tentang rumah sakit. Hal itu sama dengan halnya tidak mengakui hak bersyarikat dan berkumpul Pemohon dalam wujud Persyarikatan Muhammadiyah yang telah diakui oleh negara sejak sebelum kemerdekaan sampai dengan kemerdekaan,” jelas Syaiful tentang argumentasi permohonan kliennya.
Kemudian, Syaiful kembali menjelaskan argumentasi permohonan terkait Pasal 17 UU Rumah Sakit yang dinyatakan merugikan Pemohon. Syaiful mengatakan Pasal 17 UU Rumah Sakit menyebabkan semua Rumah Sakit Muhammadiyah yang dimiliki Pemohon menjadi tidak memiliki kepastian hukum hanya karena didirikan dan dimiliki oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang tidak didirikan dalam bentuk badan hukum khusus tentang rumah sakit.
“Ketentuan Pasal 62 dan 63 Undang-Undang Rumah Sakit, jelas sangat bertentangan dengan hak Pemohon yang mempunyai amal usaha rumah sakit yang didirikan oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dijamin secara konstitusional untuk berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, amal usaha rumah sakit yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” kembali Syaiful menjelaskan argumentasi permohonan kliennya. Syaiful mengatakan petitum permohonan kliennya juga mengalami perbaikan sesuai saran yang disampaikan panel hakim pada sidang pendahuluan.
Achmad Sodiki yang bertindak sebagai Ketua Panel Hakim sebelum menutup sidang mengatakan akan melaporkan permohonan ini pada Rapat Permusyawaratan Hakim untuk menentukan kelanjutan dari persidangan perkara ini. “Jadi Saudara menanti lebih dulu tentang apa yang akan diputuskan oleh Rapat Permusyawaratan Hakim,” tukas Sodiki sembari menutup sidang. (Yusti Nurul Agustin/mh)