Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva memberikan ceramah seputar konstitusi di Gedung Badan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, pada Selasa (7/5) siang.
Mengawali pertemuan, Hamdan menjelaskan bahwa konstitusi merupakan norma tertinggi dibanding norma-norma lainnya. Dalam hal ini, konstitusi adalah the supreme law of the land, sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara. Keberadaan konstitusi berlaku lebih lama dibanding undang-undang di bawahnya.
“Konstitusi juga diartikan sebagai pokok-pokok norma kehidupan secara umum, baik tertulis maupun tidak tertulis,” ucap Hamdan.
“Di samping itu, konstitusi adalah suara rakyat yang menempati suatu wilayah dan terorganisir dalam suatu negara,” tambah Hamdan.
Selain itu, kata Hamdan, lebih sulit mengubah konstitusi ketimbang undang-undang yang ada di bawahnya. “UUD hanya bisa diubah oleh MPR dan harus mendapat persetujuan rakyat. Bahkan di beberapa negara, untuk mengubah harus melalui referendum,” kata Hamdan.
Hamdan melanjutkan, secara garis besar konstitusi di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, konstitusi yang mendapat pengaruh Eropa kontinental, termasuk di dalamnya adalah negara Indonesia yang menggunakan istilah UUD. Kedua, sambung Hamdan, konstitusi yang mendapat pengaruh anglo saxon, di antaranya yang menerapkannya adalah Amerika Serikat dan Inggris. Dikatakan Hamdan, negara Inggris tidak menggunakan konstitusi tertulis. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan konstitusi tertulis sejak tahun 1789.
Lebih lanjut Hamdan memaparkan peran Mahkamah Konstitusi, mulai dari pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), penafsir tunggal konstitusi (the final interpreter of the constitution), pengawal demokrasi (the guardian of the democracy), pelindung hak-hak konstitusi warga negara (the protector of the citizen’s constitutional rights) dan pelindung hak asasi manusia (the protector of the human rights).
Dalam pertemuan itu, Hamdan juga menjelaskan empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Kewenangan utama MK adalah menguji UU terhadap UUD. Selanjutnya, ada kewenangan MK untuk memutus pembubaran parpol, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, serta memutus perselisihan pemilu termasuk pemilukada.
“Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945,” urai Hamdan. (Nano Tresna Arfana/mh)