Ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil Mochtar menjadi narasumber seminar nasional bertema “Penataan Sistem Penyelenggaraan Pemilu untuk Mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien” yang diselenggakan Pemerintah Daerah Kepulauan Riau, Jumat (3/5) di Kota Batam, Kepulauan Riau. Tampak hadir Wakil Gubernur Kepulauan Riau Soerya Respationo dan Ketua DPRD Nur Syapriadi.
Akil Mochtar sebagai Ketua MK mengatakan sistem demokrasi langsung bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri dengan melanggar prinsip demokrasi itu sendiri. Dalam perjalanannya sebagai lembaga peradilan yang berwenang memutus hasil pemilu, MK dituntut dan diwajibkan dapat menjamin tegaknya sistem demokrasi sekaligus melindungi hak asasi manusia melalui putusannya yang bersifat final dan mengikat.
Akil menambahkan, bagi pihak-pihak yang berwenang mengadili hasil pemilu, dalam hal ini pengadilan, tidak ada model khusus yang dapat diadopsi secara umum. Masing-masing negara memiliki mekanisme yang disesuaikan dengan sistem hukum dan tradisi politik. Di beberapa Negara, ada yang menggunakan sistem peradilan atau dapat diserahkan pada komisi penyelenggara pemilu.
Proses penyelesaian di pengadilan kata Akil, dibedakan dalam beberapa jenis. Sejumlah negara ada yang menyerahkan penyelesaian pada peradilan umum atau ke peradilan khusus dan ada yang diberikan pada peradilan konstitusi. “Dan, Indonesia menerapkan sistem yang terakhir, dengan menyerahkan penyelesaian sengketa pemilu pada peradilan konstitusi, yaitu ke Mahkamah Konstitusi, ” jelasAkil.
Senada dengan Akil, Respationo dalam sambutannya mengutip sebuah hasil penelitian yang diterbitkan oleh Universitas EssexInggris dan dituangkan dalam buku How to Steal the Election yang menyimpulkan mengenai dari 136 pemilu yang diselenggarakan antara tahun 1965-2006. Menurutnya, taktik yang sering digunakan untuk memanipulasi pemilu adalah dengan mengubah UU Pemilu sebagai sarana menghalangi kandidat lawan atau menciptakan peluang bagi tindak kecurangan yang sulit ditembus. Hal ini jelas mengundang keprihatinan banyak pihak. Mengingat Indonesia yang baru saja menerapkan sistem demokrasi langsung sangat rawan disusupi oleh pihak-pihak yang dapat merusak sendi-sendi demokrasi demi keuntungan sepihak. (AgungSumarna/mh)