Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan Pihak Terkait Pasangan Marukan Hendrik-Sugiyarto, petahana bupati-wakil bupati Lamandau, dalam sidang sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Lamandau, yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Rabu (01/05).
Suryadi Uyat, salah satu saksi yang dihadirkan oleh kuasa hukum Marukan-Sugiyarto menjelaskan soal pengusiran Mugi, salah satu saksi Pemohon Pasangan Havter-Tohir Hamzah, dari tempat tinggalnya. Suryadi menyatakan dirinya tidak pernah melakukan pengusiran terhadap Mugi yang juga merupakan pamannya dan rumah yang ditempati oleh Mugi merupakan rumah milik Suryadi. Menurut Suryadi dirinya hanya mengingatkan kepada Mugi yang memasang baliho Pasangan Havter-Tohir Hamzah sebelum masa kampanye, keberatannya itu juga disampaikan kepada Mugi karena Suryadi merupakan juru kampanye Marukan-Sugiyarto, sehingga terasa tidak pantas jika di rumahnya terdapat baliho pasangan calon lain. Sugiyanto menuturkan, selama ini Mugi tinggal dirumahnya secara cuma-cuma, dan baru mengetahui Mugi meninggalkan rumah tersebut setelah memberikan kesaksian di MK.
Persoalan tuduhan penggalangan dukungan pegawai negeri sipil (PNS) yang dilakukan Bupati Lamandau Marukan, dalam acara rapat koordinasi kabupaten bidang pendidikan juga dibantah oleh saksi Pihak Terkait Kuswanto seorang kepala Sekolah Dasar (SD) Wonorejo 2. Menurut Kuswanto, Bupati dalam sambutannya tidak pernah meminta kepada para guru yang hadir dalam rapat tersebut untuk mendukung dirinya dalam pelaksanaan pemilukada Lamandau, bahkan dalam sambutannya Marukan meminta kepada para guru PNS untuk menjaga netralitasnya.
Dibantah Saksi Pemohon
Namun keterangan tersebut dibantah oleh saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon, Havter-Tohir Hamzah. Seperti dijelaskan Mueri, dirinya bersama pegawai kontrak di lingkungan pemerintah kabupaten (Pemkab) Lamandau mendapat intimidasi dari Titus Welsi, ajudan bupati, untuk mendukung dan memilih pasangan nomor urut 2, Marukan-Sugiyarto, dan jika tidak memenuhi perintah tersebut maka tidak akan diangkat sebagai PNS.
Masalah intimidasi tidak hanya dialami oleh pegawai kontrak di lingkungan Pemkab Lamandau, namun juga menimpa kepada mantan pengurus partai pendukung petahana bupati-wakil bupati. Esra Herwanto, mantan ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan dirinya dicopot sebagai ketua DPC PDIP delapan jam menjelang pendaftaran pasangan calon, karena dianggap tidak patuh pada perintah partai. Saksi juga mengaku menerima ancaman dari Bupati Lamandau Marukan, bahwa rumahnya akan dibakar dan keluarga saksi akan dihabisi.
Sidang dalam nomor perkara 41/PHPU.D-XI/2013 ini merupakan sidang pemeriksaan terkahir, dan sidang berikutnya akan dilaksanakan untuk pembacaan putusan. (Ilham/mh)