Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Surakarta berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedatangan mereka diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK, Senin (29/4) siang. Dalam pertemuan itu Anwar Usman memaparkan kewenangan dan kewajiban MK secara panjang lebar.
“Kewenangan pertama MK adalah melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945. Pengujian UU terdiri atas pengujian formil dan atau pengujian materil. Pengujian formil adalah yang berkenaan dengan proses pembentukan UU. Pengujian materil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” urai Anwar. “UU yang dapat diuji adalah UU yang diundangkan setelah perubahan UUD 1945,” tambah Anwar kepada para mahasiswa.
Terkait pengujian UU, ungkap Anwar, ada yang disebut dengan kedudukan hukum dan alasan permohonan dalam pengujian UU. Hal ini diatur dalam Pasal 51 UU MK, siapa yang memiliki legal standing dan alasan pengajuan pengujian UU baik formil maupun materil. “Di antaranya, adalah Pemohon merupakan warga negara Indonesia, sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Anwar. “Selain itu Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan atau kewenangan konstitusionalnya,” imbuh Anwar.
Kewenangan MK berikutnya, sambung Anwar, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara (SKLN) yang kewenangannnya diberikan oleh UUD 1945. Pemohon dalam SKLN antara lain adalah DPR, MA, BPK, Presiden, dan lainnya. “Semula MA tidak bisa menjadi Pemohon maupun Termohon dalam SKLN. Namun dalam UU MK yang baru, MA bisa menjadi Pemohon maupun Termohon, sebagai pihak yang menggugat dan digugat,” papar Anwar.
Dikatakan Anwar lagi, MK berwenang memutus pembubaran partai politik. Pemohon pembubaran parpol adalah pemerintah. Kemudian yang menjadi alasan dibubarkannya parpol adalah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945.
Sedangkan kewajiban MKRI adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana lainnya.
Lebih lanjut, Anwar menjelaskan beberapa jenis putusan MK. Misalnya, amar putusan yang tidak dapat diterima, kemudian amar putusan dikabulkan apabila beralasan, serta amar putusan yang ditolak apabila permohonan tidak beralasan. (Nano Tresna Arfana/mh)