Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (26/4) siang. Kedatangan mereka diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim. Dalam kesempatan itu Alim memberikan kuliah singkat “Sekilas tentang Negara Hukum dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia”.
Mengawali pertemuan, Alim menjelaskan tambahan bahasa Arab dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1970. Sebelumnya, hanya ada lima bahasa resmi dalam Piagam PBB yakni bahasa Inggris, China, Perancis, Rusia dan Spanyol. “Dengan demikian, kini dalam Piagam PBB terdapat enam bahasa resmi,” ucap Alim kepada para mahasiswa.
Lebih lanjut Alim mengatakan, untuk memahami posisi MK dalam negara hukum Indonesia perlu mengetahui beberapa ketentuan UUD 1945. Misalnya dalam UUD 1945 disebutkan, “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Kata “Republik” berasal dari kata “Res” yang berarti kepentingan dan “Publicae” yang artinya umum.
“Jadi, Indonesia mengutamakan kepentingan umum. Negara Indonesia adalah negara kesejahteraan, yang menurut Moh. Hatta disebut sebagai negara pengurus,” imbuh Alim.
Selain itu, ungkap Alim, dalam UUD 1945 disebutkan mengenai “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD” yang dalam ilmu politik dikenal dengan sebutan kedaulatan rakyat atau demokrasi. Perkataan demokrasi berasal dari kata ‘demos’ yang berarti rakyat dan “kratos” yang bermakna berkuasa. Jadi, demokrasi berarti rakyat yang berkuasa atau kedaulatan rakyat.
Dalam UUD 1945 juga disebutkan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” yang oleh kalangan hukum disebut sebagai nomokrasi. Perkataan nomokrasi berasal dari kata “nomos” yang berarti hukum dan “kratos” yang bermakna berkuasa. Jadi, nomokrasi berarti hukum yang berkuasa atau kedaulatan hukum.
Kewenangan dan Kewajiban MK
Alim menjelaskan pula, kewenangan MK yang tercantum dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 atau sama dengan Pasal 10 ayat (1) UU No. 24/2003 tentang MK yaitu, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
“Sedangkan kewajiban MK seperti tercantum dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945, yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atauWakil Presiden menurut UUD,” ungkap Alim.
Dikatakan Alim lagi, pengujian UU terhadap UUD disebut pengujian konstitusional. Namun, pengujian konstitusional tak selamanya diserahkan kepada pengadilan. Dalam Tap MPR No. III/MPR/2000, pengujian UU terhadap UUD menjadi kewenangan MPR. “Kewenangan menguji UU terhadap UUD yang diberikan kepada pengadilan, dalam hal ini kepada MK, disebut pengujian oleh pengadilan,” ucap Alim. (Nano Tresna Arfana/mh)