DPR berhak tolak hakim agung usulan KY
Selasa, 23 April 2013
| 17:05 WIB
Memilih hakim agung melalui fit and proper test yang dilakukan DPR merupakan wewenang lembaga legislatif dalam menjalankan mekanisme persetujuan seperti yang tertuang dalam Pasal 24 UUD 1945. DPR menilai, persetujuan tidak dapat diberikan dengan serta merta tanpa mengetahui kapabilitas seorang calon hakim agung.
"Terhadap calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial tidak serta merta harus disetujui oleh DPR. Harus ada proses penilaian, harus ada proses pemilihan untuk dapat disetujui atau tidak dapat disetujui oleh DPR," ujar anggota Komisi III dari fraksi Hanura, Syarifudin Suding, memberikan keterangan dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (23/4).
Suding mengatakan, fit and proper test harus dijalankan DPR untuk menguji sejauhmana kapabilitas seseorang sebelum memangku jabatan publik termasuk hakim agung. "Kewenangan DPR dalam rangka diusulkan dan menyetujui calon hakim agung. Hampir semua jabatan publik diperiksa DPR," kata dia.
Selanjutnya, Suding mengatakan, pelaksanaan fit and proper test untuk calon hakim agung tidak dapat dikatakan bertentangan dengan konstitusi. Pasalnya, DPR tidak dapat memberikan persetujuan secara sembarangan.
"DPR memberikan persetujuan melalui seleksi. Ini pun untuk mengetahui kapabilitas seseorang," pungkas Suding.
Sebelumnya, kewenangan DPR memilih hakim agung yang termaktub dalam Pasal 8 Ayat (2), ayat (3), ayat (4) serta ayat (5) Undang-undang (UU) Mahkamah Agung (MA) dan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (1) UU KY dimohonkan uji materi ke MK. Permohonan ini diajukan oleh tiga orang peserta seleksi calon hakim agung, Made Dharma Weda, RM Panggabean, dan Laksanto Utomo.
Mereka menilai pemberlakuan pasal-pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, mereka juga menilai DPR justru mengintervensi proses seleksi hakim agung dengan menjalankan fit and proper test.