Seperti yang disampaikan pada sidang sebelumnya, Pemerintah pada persidangan kali ini menghadirkan ahli dan saksi pada sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) Ketenagalistrikan, Kamis (11/4). Hadir sebagai ahli, yakni Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM, Tumiran yang menjelaskan mengenai Usaha Penyediaan Ketenagalistrikan. Sedangkan saksi yang dihadirkan Pemerintah, yaitu Direktur Utama Bright PLN Batam, Dadan Kurniadipura.
Dandan Kurniadipura selaku Dirut Bright PLN Batam menyampaikan tentang pengelolaan, wilayah usaha, syarat penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik, dan mekanisme penetapan wilayah usaha penyedia tenaga listrik di Batam. Di hadapan pleno hakim yang diketuai langsung oleh Ketua MK M. Akil Mochtar, Dadan menyampaikan di Batam, ada lima wilayah usaha penyedia tenaga listrik. Selain PLN Batam, ada empat usaha penyedia tenaga listrik lainnya. Keempatnya, yaitu PT Tunas Energi, PT Panbil Utilitas Sentosa, PT Batamindo Investment Cakrawala, dan PT Pembangunan Kota Batam/Kabil. Kelimanya, lanjut Dadan, memiliki izin usaha ketenagalistrikan.
Dadan mengatakan, tiap usaha penyedia ketenagalistrikan memiliki wilayah usaha masing-masing. Tiap pemegang IUPTL (Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik) memiliki lokasi dan kapasitas penyediaan listrik masing-masing. Sembari menunjukkan bahan penjelasannya melalui power point, Dadan menyampaikan PT PLN Batam memiliki wilayah usaha di Barelang dengan kapasitas 310 Megawatt sejat tahun 2000. Kemudian PT Pembangunan Kota Batam memiliki wilayah usaha di Kabil dengan kapasitas 100 Megawatt yang diajukan sejak November 2010. Sedangkan, PT Panbil Utilitas Sentosa memiliki wilayah usaha di Muka Kuning sebesar 24 Megawatt sejak 20 Juli 2001. Terakhir, PT Tunas Energi memiliki wilayah usaha di Batam Center dengan kapasitas energi listrik terkecil, yaitu 21 Megawatt.
Untuk mendapatkan IUPTL, Dadan menjelaskan, pengusaha harus memenuhi syarat penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik. Syarat yang harus dipenuhi antara lain syarat administratif dan syarat teknis. Syarat administratif melingkupi identitas perusahaan, profil perusahaan, NPWP, kemampuan pendanaan, surat permohonan rekomendasi kepada Walikota, batasan wilayah usaha, serta analisis kebutuhan dan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Sedangkan syarat teknis, antara lain meliputi studi kelayakan usaha penyediaan tenaga listrik dan lokasi instalasi.
“Sebelum kami meminta wilayah usaha, kami harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah yakni dari walikota. Persyaratan administrasi juga harus kami penuhi. Wilayah usaha, peta lokasi, dan RUPTL juga harus kami buat untuk mendapatkan rekomendasi wilayah usaha yang selanjutnya dimohonkan kepada pemerintah daerah,” jelas Dadan yang juga mengatakan tarif yang dikenakan penyedia usaha tenaga listrik kepada pelanggan ditentukan oleh pemerintah daerah lewat Peraturan Walikota Batam. Tiap-tiap penyedia usaha tenaga listrik juga ditetapkan tarif yang berbeda-beda tergantung peruntukannya.
Pernyataan saksi kemudian disimpulkan oleh Direktur Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman yang juga hadir dalam sidang di Ruang Sidang Pleno MK, lantai 2, Gedung MK. Jarman mengatakan, maksud dari keterangan saksi adalah untuk menyatakan bahwa dalam satu daerah bisa terdapat lebih dari satu usaha penyedia tenaga listrik. Asalkan, jelas Jarman, wilayah usahanya masing-masing satu saja, tidak boleh bertumpuk. “Dalam sistem kelistrikan, jalur distribusi untuk satu lokasi, harus ada satu perusahaan tidak boleh lebih. Kalau tidak nanti secara nasional efisiensi tidak tercapai,” tutur Jarman menjawab pertanyaan Hakim Konstitusi Harjono.
Sementara itu, Tumiran selaku ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah menyampaikan secara umum kondisi ketenagalistrikan di Indonesia cukup memperihatinkan. Untuk 240 juta rakyat Indonesia, ketersediaan listrik hanya 34,5 Gigawatt. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang hanya memiliki 26 juta penduduk sudah disuplai dengan 22,5 Gigawatt listrik. Untuk perbandingan, Pulau Sumatra yang memiliki penduduk sekitar 60 juta saja baru disuplai dengan 5 Gigawatt. “Bila dihitung-hitung, sekitar 60 juta penduduk Indonesia belum menikmati listrik,” jelasnya.
Tumiran kemudian mengatakan sebenarnya melalui dua payung hukum, yaitu UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi sudah memberikan peran yang luas bagi pemerintah daerah untuk menjadi regulator, perencana dan lain sebagainya untuk menyediakan listrik bagi masyarakat dapat segera ditingkatkan. “Ini inline dengan otonomi daerah,” tukas Tumiran.
Sebelum menutup sidang, Ketua Pleno Hakim M. Akil Mochtar mengingatkan Pemohon, Pemerintah, dan DPR untuk menyerahkan kesimpulan paling lambat tanggal 18 April 2013 jam 16.00 di Kepaniteraan MK. Setelah itu, Pemohon dan Pemerintah diminta menunggu panggilan Mahkamah untuk pengucapan putusan. (Yusti Nurul Agustin/mh)