Partai Pemilu 2014 semestinya bisa memenuhi persyaratan keterwakilan perempuan untuk penyusunan daftar calon anggota legislatif sementara. Di tengah ketidakpercayaan publik, partai harus membuktikan diri mampu menempatkan perempuan sebagai prioritas utama.
Hal tersebut disampaikan Anggota Bawaslu, Nasrulah, ketika menerima Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) di kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (9/4). Nasrulah mengatakan, bohong kalau partai tidak bisa memenuhi syarat keterwakilan perempuan. Waktu proses pendaftaran, partai sudah mengklaim mampu memiliki basis pemilih sebanyak seperseribu di setiap provinsi. Ini harus dibuktikan.
Koordinator Ansipol Yuda Irlang mengatakan, partisipasi perempuan dalam berpolitik haruslah digenjot. Baik KPU maupun Bawaslu perlu menjaga ketat persyaratan 30 persen keterwakilan perempuan.
Keterwakilan perempuan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, yang selanjutnya disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 8/2012. Aturan itu kemudian diterjemahkan dalam Peraturan KPU Nomor 7/2013.
PKS dan PBB merasa kesulitan dengan persyaratan itu. Bahkan PKS hanya mampu penuhi 487 caleg dari hak 560 jumlah caleg yang bisa diserahkan kepada KPU.
Anggota KPU, Sigit Pamungkas, di Media Center KPU, kemarin sore, belum ada partai yang menggunakan kesempatan untuk menyerahkan DCS (daftar caleg sementara). Namun, ini tidak bisa dijadikan indikator ketidaksiapan partai. Kesiapan partai dapat diindikasikan dengan daftar nama-nama caleg yang kredibel dan kompeten.
Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengungkapkan, ketentuan Pasal 54 UU No 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan daftar bakal calon memuat 100 persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan berpotensi menimbulkan masalah. Misalnya satu daerah pemilihan alokasi kursi hanya tiga, calon yang diajukan hanya tiga. Kalau kursi ini jatuh ke satu partai, kemudian ada yang meninggal, siapa akan menggantikan.
Soal menteri yang menjadi caleg, Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha A.R. memperkirakan para menteri dari partai yang menjadi caleg bakal memanfaatkan fasilitas negara. Minimal menteri-menteri ini akan memakai fasilitas pengawalan polisi ketika berkampanye. Menteri pun akan kurang loyal terhadap Presiden karena harus tunduk kepada perintah partai.
Pimpinan umat Kristen Indonesia dalam diskusi ”Satu Tahun Menjelang Pemilu” di kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta, Selasa (9/4), mengimbau umat berpartisipasi dalam pemilu. Ketua KWI, Mgr Ignatius Suharyo mengatakan, pemilu merupakan wadah bagi setiap warga negara untuk memikirkan dan menentukan masa depan bangsa serta upaya terwujudnya kesejahteraan bersama (bonum commune). Pemilu merupakan tanggung jawab penting bagi setiap orang di sebuah negara. Untuk itu, semua umat beriman di Indonesia, khususnya umat Kristiani, wajib berpartisipasi dalam pemilu.
Soal kepemimpinan nasional, pengajar Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana mengatakan, konvensi bisa saja menjadi strategi elektoral yang menarik magnet kandidat alternatif.